....

Senin, 03 September 2007

simbiosis kiai-blater

resensi ini dimuat di majalah Tempo, edisi 30/XXXIII 20 September 2004

Judul buku: Menabur Kharisma Menuai Kuasa: Kiprah Kiai dan Blater sebagai Rezim Kembar di Madura
Penulis: Abdur Razaki
Penerbit: Pustaka Marwa, Yogyakarta
Cetatakan: Pertama, 2004
Tebal: xxvi + 214 halaman

Madura adalah koeksistensi dua kekuatan: para kiai yang punya kredibilitas religius, dan para blater (jagoan) yang menguasai dunia hitam. Madura, seperti dicitrakan sosiolog Kuntowidjojo, lebih banyak dilekatkan dengan Syaikhona Kholil, masjid, dan pesantren. Namun, buku Menabur Kharisma Menuai Kuasa: Kiprah Kiai dan Blater sebagai Dua Rezim Kembar di Madura ini memberi gambaran lebih lengkap.

Ada blater yang menyukai sabung ayam, judi, ilmu kebal, dan tak berkompromi jika sudah bertalian dengan "kehormatan diri". Dan buku itu—tesis pengarang pada Pascasarjana UGM—tidak berhenti di situ. Ia mengurai relasi kuasa kiai dan blater dalam dinamika masyarakat Madura.

Mereka dari dunia berbeda, tapi dalam praksisnya terjadi dialektika cukup rumit dan unik. Masing-masing, misalnya, mengakui kewalian Kiai Cholil berdasarkan kepentingan sendiri. Kiai mengikat batin, meruap berkah, dan memperoleh pengukuhan keulamaannya. Blater tak suka khoul, tapi suka bersemadi di makam Kiai Kholil demi kemampuan magis. Kini, pola relasi yang semula bersifat kultural itu lalu berkembang secara ekonomi-politik.

Ada kalanya koeksistensi malah saling meneguhkan. Demi perlindungan, seorang anak blater sengaja dipilih sebagai kepala sekolah agama. Wakil blater ada di dalam sekolah, tapi proses belajar-mengajar tak terusik. Pemilihan klebun (kepala desa) didominasi blater, tapi restu kiai dibutuhkan untuk menarik suara warga. Sebaliknya, kiai yang punya akses partai politik dalam pemilihan bupati juga membutuhkan beking keamanan dari blater.

Ya, di mata pengarang, hubungan keduanya simbiosis yang cukup kompleks, unik, bahkan menegangkan. Tapi, tak salah jika adanya motif ekonomi-politik telah melibatkan kiai-blater bersama-sama meraih kekuasaan dan kekayaan. Di wilayah ekonomi-politik ini, tampak kesucian kiai dilucuti. Namun, yang penting, buku ini menyenandungkan pemikiran baru atas koeksistensi kiai-blater sebagai elite sosial yang sudah mengakar di Madura

Nur Mursidi
peminat masalah sosial-keagamaan

Tidak ada komentar: