....

Jumat, 22 Juli 2011

Madinah; Negara Islam?

resensi ini dimuat di majalah Hidayah edisi 120/ Agustus 2011


Judul buku: Chiefdom Madinah: Salah Paham Negara Islam
Penulis : Dr. Abdul Aziz MA
Penerbit : Alvabet, Jakarta
Cetakan : Pertama, 2011
Tebal buku: 424 halaman

SETELAH Nabi hijrah dari Makah ke Yatsrib, kota yang di kemudian hari dikenal dengan nama Madinah itu dicatat sejarah sebagai pusat pengorganisasian dakwah Islam dan peletakan dasar bangunan ideal sebuah negara. Tapi tak sedikit pemikir muslim yang mengukuhkan Madinah sebagai wujud negara Islam. Negara yang “ideal” tidak saja untuk ditengok, melainkan juga dibangun kembali dewasa ini.

Dasar pemikiran itulah yang kemudian melahirkan “gerakan ideologis-normatif” yang menggugat bentuk negara (sekuler) di belahan dunia --termasuk di Indonesia—dan bersikeras (menggantinya dengan) membangun negara Islam. Tapi di tengah perdebatan itu, Abdul Aziz melalui buku Chiefdom Madinah: Salah Paham Negara Islam ini justru bertanya cukup menukik: apakah Madinah bisa disebut negara Islam?

Dengan tegas, penulis yang menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI (2007-2012) ini menandaskan bahwa Madinah belum bisa disebut sebagai negara Islam melainkan Chiefdom Madinah. Karena masa itu, Madinah tidak lebih sebentuk pranata kekuasaan terpusat pra-negara (pre-state) dan itu menjadi cikal tata kelola masyarakat Muslim Arab di Madinah dan daearh taklukan –baik di masa Nabi maupun Khulafaur Rasyidin.

Sementara praktik pengelolaan kekuasaan waktu itu pun masih mengakomodasi banyak elemen sosial-budaya setempat, bahkan bersifat sementara. Memang, menurut penulis, kehadiran Islam memberikan amunisi serta menjadi pendorong sentripetal bagi masyarakat Arab di Semenanjung Arabia dalam proses menuju suatu negara (pre-state). Tapi, harus diakui bahwa Islam bukan menjadi pemeran dan penyumbang satu-satunya karena tradisi Arab Jahiliah pun turut andi.

Dengan konteks itu, penulis berkesimpulan: praktik pengorganisasian Chiefdom Madinah tak tepat disebut Negara Islam. Dengan metode interpretasi historis-sosiologis, penulis mengenalkan Madinah dalam konteks historis. Karena Islam -di Madinah- telah memberi sumbangan bagi pembentukan negara (state formation) di masa-masa awal.

Tapi, melihat Madinah dengan sudut pandang teori negara modern, rasanya tak adil. Sebab Chiefdom Madinah berkembang 14 abad yang lalu. Walau bagaimana pun Madinah tetap sebentuk pranata kekuasaan modern di masa itu bahkan bisa dikata telah melampaui zamannya. [n. mursidi]

Tidak ada komentar: