....

Sabtu, 12 Mei 2012

Hidup dengan Sumbangsih bagi Bangsa

resensi buku ini dimuat di Koran Jakarta, Jum`at 11 Mei 2012

Judul     : No Regrets, Rekam Jejak Sang Profesional, Teknokrat dan Guru Manajemen
Penulis : Tanri Abeng
Penerbit: Elex Media Komputindo, Jakarta
Cetakan : Pertama, 2012
Tebal     : 192 halaman
Harga     : Rp39.800

Tanri Abeng adalah sosok yang sukses dalam banyak hal. Dia pernah jadi manajer andal perusahaan nasional dan asing dan jago menangani perusahaan sekarat. Dengan gebrakan yang digoreskan, perusahaan sekarat pun bisa bangkit. Tak salah, dia kerap dibajak banyak perusahaan, digaji tinggi, bahkan dijuluki manajer satu miliaar.

Reputasi itu yang membuatnya dikenang sebagai manajer profesional dan ahli manajemen. Kiprah itu belum seberapa. Dia pernah dipercaya Soeharto menjadi menteri BUMN. Tanri dianggap berhasil menata BUMN. Kiprah itu mengukuhkan Tanri sebagai teknokrat. Dengan keluasan ilmu manajemennya, tak jarang dia diundang menjadi pembicara di seminar-seminar dan pengajar.

Dia pun dijuluki guru manajemen. Setelah menjalani hidup 70 tahun, Tanri menganggap masa lalu telah dilewati dengan setengah-setengah. Tanri tidak menyesal. No regret! Itulah ungkapan Tanri Abeng dalam merefl eksikan 70 tahun perjalanan hidupnya yang dituangkan dalam buku No Regrets, Rekam Jejak sang Profesional, Teknokrat dan Guru Manajemen ini.

Dalam buku ini, dia mengisahkan hidupnya, ilmu manajemen, perusahaan, profesionalisme, dan kondisi negeri. Karena kelangkaan tenaga profesional, dia pun terpanggil mendirikan Tanri Abeng University. Tanri lahir dari keluarga petani sederhana. Orang tuanya wafat saat dia masih kecil. Sejak umur 10, pria kelahiran Pulau Selayar, Sulawesi Selatan, 7 Maret 1942 itu harus berjuang.

Sambil sekolah, dia berjualan pisang goreng untuk uang saku. Cita-citanya waktu itu dia ingin menjadi guru. Tapi nasib berkata lain. Lulus SMEA, dia mendapat beasiswa dari American Field Service (AFS). Lalu, Tanri kuliah hukum di Universitas Hasanuddin seraya mengajar bahasa Inggris. Nasibnya memang baik. Dari bantuan keluarga Gibson, dia melanjutkan studi MBA di Amerika Serikat (AS).

Setelah mengantongi MBA dari State University of New York di Buffalo, dia diterima di Union Carbide (di kantor pusat, di New York). Dari situ, Tanri kembali ke Indonesia untuk menjadi manajer kantor sekaligus akuntan kepala. Dua tahun kemudian, dia diangkat menjadi direktur keuangan. Selanjutnya, Tantri dipindahkan ke Singapura.

Keberhasilannya menggugah perusahaan lain untuk merekrut. Salah satunya perusahaan bir Haineken dari Belanda. Ia tak menampik. Tanri membenahi perusahaan bir itu dan sukses. Grup Bakrie juga kepincut. Jadilah Tanri menjadi direktur utama sambil tetap menjadi Preskom Heinekken, Komisaris BAT, dan Bata.

Dari sini muncul julukan manajer satu miliar (hal 29). Sukses menakhodai Grup Bakrie, membuat Soeharto mengangkat Tanri menjadi menteri BUMN. Kini dia ingin menggenapi setengah yang pernah dilewati agar utuh dengan mengabdikan diri menjadi menjadi guru manajemen, antara lain lewat program di sebuah televisi.

Dia fokus di manajemen untuk membenahi Indonesia. Sebab bagi Tanri "tak ada negara terbelakang. Yang ada negara tanpa manajemen yang baik". Pendidikan adalah salah satu cara untuk mengembangkan sumber daya manusia agar lebih produktif (hal 174-175). Dalam buku ini, pembaca dapat belajar kerja keras Tanri yang berasal dari keluarga biasa, yang akhirnya sukses. Itu karena dia menjunjung tinggi profesionalisme dan terbuka pada peluang. Manusia bermanfaat ketika dapat memberi sumbangsih kepada bangsa. Maka, dia ingin menyumbangkan tenaganya bagi bangsa ini untuk mengentaskan kebodohan.

    *) N. Mursidi, peneliti pada Al-Mu`id Institute, Lasem, Jawa Tengah

Tidak ada komentar: