....

Selasa, 22 Oktober 2013

Kisah Inspiratif Penjaja Koran

Resensi ini dimuat Medan Bisnis Minggu 20 Oktober 2013
Oleh: Muhammad Ilyasa

Judul buku     : Tidur Berbantal Koran: Kisah Inspiratif Seorang Penjual Koran Menjadi Wartawan
Penulis     : N. Mursidi
Penerbit     : Elex Media Komputindo
Cetakan     : Pertama, Februari 2013
Tebal Buku    : xvi + 243 halaman
ISBN         : 978-602-020-594-6
Harga        : Rp 44.800,-

Batu permata tidak bisa menjadi berkilap tanpa gesekan; demikian juga manusia, tidak akan bisa menjadi baik tanpa cobaan (William Shakespeare). Ungkapan yang menjadi pembuka novel memoar ini tampaknya menjadi etos yang mewarnai kehidupan N. Mursidi, penulisnya. Bermula dari keinginannya untuk mengubah nasib, ia meninggalkan kampung halaman hanya bermodalkan tekad dan keyakinan. Nasib mendamparkannya menjadi penjaja koran jalanan. Namun, dari koran-koran itulah mata hati dan pikirannya terbuka untuk melihat jalan yang harus ditempuhnya dalam mengubah nasib.

Dilahirkan dari keluarga pedagang kecil di Lasem, Jawa Tengah, Mursidi mencoba mengadu peruntungan dengan merantau ke Yogyakarta. Tujuannya untuk kuliah dan berharap dengan pendidikan yang memadai kehidupannya akan lebih baik. Di sela-sela kuliah ia berjualan koran untuk mencukupi biaya kuliah dan biaya hidup. Namun, pada titik tertentu Mursidi tak mampu lagi membagi waktu antara kuliah dan jualan. Ia akhirnya menyerah dan meninggalkan bangku kuliah.

Setelah tidak kuliah lagi, praktis Mursidi hanya menjadi penjaja koran. Ternyata ada hikmah dari drop out-nya. Banyaknya waktu luang ketika menjajakan koran membuatnya sering membaca-baca tumpukan koran dagangannya. Dari situlah ia mengenal berbagai tulisan yang dimuat koran, seperti resensi buku, cerpen, dan opini. Ia tahu tulisan-tulisan tersebut banyak yang ditulis oleh mahasiswa. Muncul keinginan dalam diri Mursidi untuk bisa menulis seperti para mahasiswa itu.

Untuk mewujudkan mimpinya itu, sehabis berjualan koran ia kerap mampir ke perpustakaan di Jalan Tentara Rakyat dan Malioboro. Ia tenggelam dalam berbagai bacaan yang melimpah di situ. “Di sudut perpustakaan itulah, aku mengenal pengarang novel seperti Ahmad Tohari, Arswendo, Romo Mangun, sampai pengarang dunia seperti Anton Chekov.” (hlm. 65).

Dengan mesin ketik gadaian, Mursidi lalu mencoba menulis cerpen. Hampir satu tahun cerpen-cerpen terus lahir dari tangannya, namun tak ada satu pun yang tembus media. Rasa kecewa terkadang menyergapnya. Di balik kekecewaan itu, ia kerap menghabiskan waktu dengan membaca cerpen-cerpen yang dimuat dalam koran dagangannya. Akhirnya ia menyadari kalau cerpen-cerpen yang ditulisnya belum sebagus cerpen-cerpen yang dimuat tersebut.

“Gagal” menjadi penulis cerpen, Mursidi beralih menulis resensi buku. Dengan buku pinjaman, ia berupaya membuat resensi berdasarkan yang dipelajarinya di koran. Kali ini keberuntungan berpihak padanya. Resensi pertamanya langsung dimuat media massa.

Sejak itulah Mursidi seperti keranjingan menulis resensi buku. Semakin sering resensinya dimuat media. Berkat ketekunannya, cerpen dan artikel opininya pun mulai dimuat media, bahkan sudah tembus media nasional. Sejak dua tulisan pertamanya dimuat pada 1998, menyusul pada tahun 2000 empat tulisannya dimuat, tahun 2001 menjadi 17, tahun 2002 sebanyak 30, tahun 2003 melonjak menjadi 56, dan tahun 2004 sekitar 37 (hlm. 13).

Berkat tulisan-tulisannya itu Mursidi bisa membiayai kuliahnya kembali dan berhasil meraih gelar sarjana. Pekerjaan formal pun digapainya, yakni sebagai wartawan.

Novel memoar ini memperlihatkan bahwa dengan segala keterbatasan, cita-cita tetap bisa diraih kalau ada kemauan dan kesungguhan. Kesungguhan membuat apa pun bisa menjadi media pembelajaran, termasuk lembaran-lembaran koran. Sebuah kisah yang inspiratif

    *) Muhammad Ilyasa

3 komentar:

Mein Kampf mengatakan...

Keren mas!

Mein Kampf mengatakan...

Keren mas!

rizal sofyan gueci mengatakan...

Mas, Dein Kampf wuendere ich sehr.
Judul baru nicht mehr Mein Kampf, sonderen man geht nach oben, sso sedang menanjak ke atas.Selamat mas!
Salam perkenalan
RSG