....

Jumat, 05 Oktober 2007

Belajar menulis dari Kehidupan King

Resensi ini dimuat di Sinar Harapan, Sabtu 3 Juni 2006)


-----------------------------------------------
Judul buku : Stephen King On Writing
Judul asli : On Writing: A Memoir of the Craft
Pengarang : Stephen King
Penerbit : Qanita, Bandung
Cetakan : Pertama, 2005
Tebal buku : xl + 415 halaman
-----------------------------------------------


SETIAP tragedi memang tidak harus mengundang kutukan atau ratapan. Sebab, di balik tragedi yang dialami seseorang, tak jarang muncul kekuatan, energi atau berkah yang justru tidak akan pernah dijumpai jika seseorang itu dalam keadaan sehat. Berkah itulah, setidaknya yang pernah dialami Stephen King -seorang penulis cerita horor dan thriller yang namanya berkibar dalam tiga dekade ini. Akibat sebuah kecelakaan yang hampir merenggut nyawanya dan harus meregang sakit, ia justru memiliki kekuatan untuk menulis.

Tak salah kalau buku On Writing: A Memoir of the Craft yang sebelumnya sempat membuat Stephen senewen, karena hanya selesai setengah dan mengalami jalan buntu, akhirnya kelar dikerjakan di tengah deraan "rasa sakit" patah tulang dan kesulitan saat harus menekuk lututnya. Berkah lain, ternyata itu membantu Stephen mampu keluar dari krisis. Dengan menenggelamkan diri dalam menulis, dia menemukan semacam terapi. Alhasil, dia tak hanya bisa merampungkan buku Stephen King On Writing ini sebagai kenangan akan riwayat hidupnya, melainkan juga dianugrahi "kesembuhan".

Padahal, ketika mobil Van Dodge yang dikendarai oleh Bryan Smith menubruknya, King sempat tak memiliki harapan untuk hidup. Lahir di Portland, Maine, Amerika Serikat tahun 1947, Stephen tidak pernah melihat sosok ayahnya. Bersama kakaknya, David, ia hanya diasuh oleh ibunya setelah sang ayah pergi entah ke mana. Karena itu, saat King berusia 2 tahun, sang ibu (Nellie Ruth Pillsbury) terpaksa berpindah-pindah tempatkarena ayah Stephen meninggalkan setumpuk tagihan.

Stephen mengenang masa kecilnya itu sebagai kehidupan yang penuh dengan kenangan yang ditutupi kabut. Saat berusia 9 tahun dan seharusnya King memasuki sekolah, justru ia hanya menghabiskan waktu di atas tempat tidur selama hampir setahun lantaran didera sakit caplak, infeksi telinga dan juga amandel. Tetapi dengan berdiam diri di atas kasur itu, Stephen jadi bocah yang haus bacaan.

Tak kurang 6 ton buku komik dia lahap. Lalu, dia beralih membaca cerita tentang Tom Swift dan Dave Dawson serta cerita binatang Jack London yang mengerikan. Hasil dari yang ia baca itu membuat Stephen memiliki fondasi kuat untuk menulis di kemudian hari, selain kenangan masa kecilnya yang mencekam serta dorongan sang ibu yang tahu akan bakat menulis yang dimiliki Stephen kecil. King memasuki sekolah Lisbon Falls high School sampai 1966 dengan memilih jurusan tata bahasa, lalu melanjutkan kuliah di Universitas Maine, Orono. Di kampus itu, King sudah menunjukkan bakatnya.

Dengan rajin King menulis di koran kampus (The Maine Campus), yang membuat namanya mulai dikenal. Lulus sebagai sarjana muda Bahasa Inggris, ia kemudian menjadi pengajar honorer di sekolah menengah. Setahun kemudian, ia menikah. Rupanya, ketidakpastian untuk diangkat sebagai guru tetap, memaksa King harus bekerja jadi binatu dan sepanjang malam menulis cerita pendek yang kemudian King kirimkan ke berbagai majalah.

Di luar dugaan, bakat jadi penulis menjadi takdir yang harus King pilih daripada sebagai pengajar --meski setelah itu dia sudah diangkat jadi guru tetap. Buku ontologi Night Shift setidaknya jadi tangga awal kepopulerannya. Apalagi setelah itu, ia menerbitkan novel pertamanya, Carrie 1973 dan mulai konsentrasi penuh sebagai novelis. Lambat laun nama King mulai diperhitungkan sebagai novelis. Kini tak kurang 60 novel dan cerita yang sudah lahir dari tangannya. Novel King memang mencekam.

Tetapi, tidak sedikit pembaca yang rela membeli buku-bukunya hanya untuk dihantui ketakutan dan kecemasan. Karena itulah, apa sebenarnya rahasia King dalam menulis sehingga banyak pembaca terpukau dengan cerita yang dirangkainya? Jawabnya, kekhidmatan yang dia tuangkan dalam mendekati kertas kosong, setidaknya bukan dengan taburan kata-kata yang tak serampangan. Karena bagi King, menulis adalah menulis, bukan kontes popularitas, Olimpiade atau gereja. Tak salah kalau King berpesan kepada penulis pemula untuk menguasai hal-hal mendasar, seperti; kosa kata, tata bahasa dan gaya tulisan sebagai kotak perkakas jika ingin menjadi penulis, selain tentunya rajin membaca dan terus menulis.

Pesan Stephen itu bukan omong kosong. Sebab bagi King, penulis itu ibarat tukang kayu atau arkeolog. Untuk membangun sebuah almari, misalnya, seorang tukang kayu butuh kotak perkakas yang berisi obeng, tang, martil dan alat bantu lain. Dan kotak perkakas bagi penulis itu adalah kosa kata, tata bahasa, unsur-unsur gaya tulisan seta penguasaan bentuk paragraf. Tanpa itu, seorang penulis tak akan mampu menggali --seperti seorang arkeolog-- fosil yang tertanam di kerak bumi untuk diangkat jadi cerita.

Dalam buku ini, King juga menjelaskan seperangkat alat lain yang dibutuhkan penulis, semisal; bagaimana "membangun narasi yang menawan", menulis "deskripsi yang menggetarkan" dan tentunya bentuk "dialog yang memukau". Akhirnya, buku ini harus disebut bukanlah sebuah buku biasa. Sebab tidak hanya memuat tentang ilmu dan teknik menulis, autobiografi King yang disertai dengan saran-saran yang berharga. Lebih dari itu, buku ini juga menguak dapur kreativitas King, seperti dari mana dia mendapatkan gagasan untuk menulis novel The Green Mile, apa yang dibutuhkan oleh Stephen saat menulis Carrie, juga The Stand, Desperation, The Tommyknockers, The Shinning, Dead Zone, firestarter, Cujo, The drak Tower, Cristine, Pet Sematari, The Talisman dan The Eyes of the Dragon and Misery. Semua itu, dibeberkan Stephen dengan gaya tutur yang menakjubkan.

Memang, setiap penulis memiliki cara dan teknik sendiri dalam menuangkan gagasan ke dalam bentuk tulisan. Tapi dengan mengetahui kehidupan King dan teknik yang diajarkan dalam menulis, pembaca secara tidak langsung telah belajar menulis pada King. Sebab, kehidupan King itu sendiri adalah ruang terbuka yang bisa digali untuk diteladani dan membaca buku ini setidaknya pembaca telah belajar menulis dari kehidupan King bagaimana ia mendapatkan segudang inspirasi. ***

*) n_mursidi, adalah cerpenis,

Tidak ada komentar: