....

Selasa, 15 Januari 2008

menyingkap kontroversi ke-ummi-an nabi muhammad

resensi buku

Judul buku : Nabi Muhammad Buta Huruf atau Genius; Mengungkap Misteri "Keummian" Rasulullah
Penulis : Syekh Al-Maqdisi
Penerbit : Nun Publisher, Jakarta
Cetakan : Pertama, 2007
Tebal buku : 130 halaman

TIDAK diragukan lagi dalam al-Qur`an dan sejumlah hadits, nabi Muhammad disebut nabi yang ummi. Tapi apakah sebutan ummi untuk rasul terakhir itu bisa dimaknai sebagai satu fakta bahwa nabi Muhammad itu buta huruf atau tak bisa baca-tulis?

Sebagian besar umat Islam, dan ulama berani meneguhkan bahwa dalil al-Qur`an dan hadits terkait kata 'ummi' itu sebagai bukti nyata bahwa nabi Muhammad buta huruf. Dengan memaknai kata ummi dalam arti tidak bisa membaca-menulis (buta huruf), fakta itu tidak saja meneguhkan bahwa al-Qur`an tak diragukan lagi merupakan kalamullah, melainkan juga karena nabi Muhammad buta huruf, maka al-Qur`an --dengan demikian-- bukan hasil karya atau rekayasa nabi Muhammad.

Tetapi bagi Syekh Al-Maqdisi, teori kebutahurufan nabi itu ternyata tidak dapat dipertanggung jawabkan. Karena, menurutnya, nabi bukan buta huruf, melainkan genius. Tidak salah, Syekh Al-Maqdisi berusaha 'menyanggah' tuduhan itu. Melalui buku Nabi Muhammad Buta Huruf atau Genius; Mengungkap Misteri "Keummian" Rasulullah ini, dengan dalil al-Qur`an, hadits dan argumen sejarah dia membuktikan dan menepis bahwa nabi Muhammad benar-benar bukan buta huruf.

Klaim yang sering dijadikan umat Islam menegaskan bahwa nabi Muhammad adalah buta huruf itu didasarkan pada dalil QS Al-A`raf 157 dan 158 yang secara tegas menyebut nabi Muhammad sebagai "nabi yang ummi". Juga, ayat lain yang secara tidak terang seperti QS. Al-Ankabut: 48, QS. Al-Jumu`ah: 2. Tetapi menurut Syekh Al-Maqdisi, kata ummi itu ternyata disalahpahami. Kata ummi diartikan "tidak bisa membaca dan menulis. Padahal kata "ummi" bisa juga merujuk kata umm (ibu kandung). Atau bisa dimaknai orang yang belum membaca kitab suci sebelumnya dan mereka itu belum kedatangan seorang nabi dengan segenap ajarannya. Karena itulah, wajar al-Quran mengatakan Allah mengutus nabi kepada kalangan yang ummi (hal. 29-30).

Dengan konteks arti ummi itulah, Syekh Al-Maqdisi menolak nabi disebut buta huruf. Apalagi, QS. Al-A`raf 157 dan 158 yang dijadikan "klaim kebutahurufan" nabi itu, menurutnya, memiliki "makna metaforis". Karena, merujuk ayat sebelum dan sesudahnya, Al-Qur`an menerangkan dialog Musa dengan Tuhan dan tak ada sangkut paut dengan nabi Muhammad. Karena itu, bagi penulis, klaim kebutahurufan nabi tak punya dasar yang kuat karena al-Qur`an, hadits dan bukti sejarah justru menyanggah hal itu.

Isyarat al-Qur`an yang menyanggah kebutahurufan nabi itu dapat dilihat dalam QS. Al-Ankabut 48. Ayat ini sering dijadikan dasar sebagai ayat yang membuktikan nabi buta huruf. Tetapi menurutnya, justru sebaliknya. Karena ayat tersebut tak menafikan kemungkinan nabi mampu baca-tulis tetapi hanya menafikan pembacaan dan penulisan langsung oleh nabi. Sebab bagi penulis nabi memang bukan dukun. Juga, dalam QS. Al-Alaq 1-5 yang jelas menegaskan sebuah kesia-sian, jika Allah menyapa nabi dengan perintah membaca (padahal nabi buta-huruf). Ayat lain lagi adalah QS Ali Imron: 164 dan QS Al-Jumu`ah 2 yang secara tegas mengatakan nabi "membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya".

Selain itu, tidak sedikit riwayat menyanggah mitos kebuta-hurufan nabi. Salah satunya riwayat dari Aisyah "Saat sakitnya mulai mengeras, nabi berkata kepada Abdurrahman bin Abu Bakar; 'Ambilkan aku secarik kertas atau lembaran, sehingga aku dapat menulis sesuatu untuk Abu Bakar, sebuah kitab yang tak akan membuat persengketaan di kemudian hari." Bagaimana mungkin nabi dapat disebut buta huruf jika dalam riwayat itu meminta secarik kertas untuk menulis? Jelas, nabi tidak buta huruf.

Nabi disebut ummi karena nabi itu orang Makkah dan Mekkah adalah induk dari perkampungan (ummul qura). Bahkan tak diragukan, bahwa nabi "punya pengetahuan dan wawasan luas". Sejarah telah mencatat, sebelum diangkat jadi rasul, nabi Muhammad dikenal sebagai pedagang yang mahir. Dari situ Khadijah kemudian menyewa nabi Muhammad untuk memimpin kafilah dagang. Tentu kafilah dagang itu butuh perhutungan teliti. Fakta itu jelas menampik tuduhan nabi buta huruf. Tak mustahil pula, berkat pengalaman berdagang itu, nabi mengerti banyak keragaman dialek bahasa Arab dan bahasa non-Arab.

Kekuatan dalil al-Qur`an, hadits juga didukung argumen sejarah yang diungkapkan oleh Syekh Al-Maqdisi dalam buku ini, jelas tidak menempatkan nabi sebagai seorang buta huruf. Dengan ketelitian penulis menggali akar kata "ummi", buku ini menjadi satu bukti kepiawaian Syekh Al-Maqdisi menyoroti sosok nabi Muhammad dalam baca-tulis mengenai manusia genius pengubah sejarah yang mustahil tidak bisa membaca dan menulis. Karena, dalam sebuah hadits diriwayatkan Ibnu Abi Syaibah dari Auf, "Nabi Muhammad tidak wafat, kecuali beliau telah mampu membaca dan menulis."

Tetapi, sayang! Fakta itu justru tidak disadari sebagian umat Islam dan justru merasa bangga dengan kebutahurufan nabi. Padahal kebutahurufan nabi itu jelas bisa menjadi satu kekurangan. Karena sebagai utusan Allah, nabi telah dijaga (ma`sum) dari sifat-sifat buruk, tidak terkecuali dari kebodohan akibat tidak bisa baca-tulis.

Di bagian akhir buku ini, pihak penerbit juga menyertakan beberapa pandangan ulama tentang ke-ummi-an nabi Muhammad seperti pendapat dari Fakhrur Razi, Sayyid Al-Murtadha dan Dr Muhammad Syahrur. Pendapat tiga ulama tersebut sepakat bahwa nabi tak buta huruf. Penerbit menyertakan ketiga pendapat ulama itu, tidak ada maksud lain kecuali untuk meneguhkan pendapat Al-Maqdisi sebagaimana dikupas di buku ini; menepis keraguan pembaca. Karena itu, setelah pembaca digulung dengan dalil-dalil Al-Qur`an dan argumen sejarah yang dikemukan Syekh Al-Maqdisi dalam buku ini, masihkah ada setritik keraguan bahwa nabi Muhammad itu buta Huruf?***

*) n. mursidi, alumnus Filsafat UIN, Yogyakarta

2 komentar:

faisol mengatakan...

biasanya, orang2 modern akan menggunakan bukti otentik u/ menentukan seseorang bisa menulis/tdk...

contoh sederhana... bila kita pernah belajar menulis, maka dapat dipastikan akan ada yg pernah kita tulis, entah di kertas, dinding, batu, dll...

bila memang Rasul saw. bisa menulis, apakah ada peninggalan (manuskrip, artefak, prasasti dll) yang merupakan hasil tulisan Rasul saw...? ternyata sampai detik ini, tdk ada yg bisa membuktikannya... itu menunjukkan bhw Rasul saw. memang ummi dalam pengertian tdk bisa membaca & menulis... ini juga u/ menjaga otentikasi Al-Qur'an bhw Al-Qur'an murni dr Allah, bukan karangan dr Rasul saw... tp, jg lupa bhw Rasul saw. fathanah...

begitu dulu, saudaraku... semoga Allah menyatukan & melembutkan hati semua umat Islam, amin...

salam,
achmad faisol
http://achmadfaisol.blogspot.com

Anonim mengatakan...

Diriwayatkan, ketika Nabi sakit menjelang wafatnya beliau minta kertas untuk menuliskan wasiatnya, tetapi tidak di'cegah' (?) oleh salah seorang sahabat hadir ......
Ummi konon tidak selalu berarti buta huruf .....
Untuk menjaga 'ontentik' bisa ditafsirkan atau diduga, bertujuan 'menutupi kekeliruan' .... karena yang menulis juga manusia dari sumber-sumber lisan yang luar biasa banyak ....
Salah satu potongan ayat .... 'surga yang mengalir sungai2(?) dibawahnya ....'
maaf, di Indonesia ratusan sungai mengalir ..... sorgakah Indonesia?
Jika Nabi tidak ummi, maka akibatnya bisa diduga oleh para penulis Al Qur'an ......
Setidaknya Anda membaca komentar ini jika tidak berkenan ...
Elan D