resensi buku
Judul buku : Big Size: Sebuah Novel tentang Keperkasaan Lelaki
Penulis : Wibi A.R.
Penerbit : PT Andal Krida Nusantara, Jakarta
Cetakan : Pertama, 2007
Tebal buku : 164 halaman
USAI bertanding sepak bola antar-universitas, Lasimin (sang top skor) bersama pemain tim universitas Merah Jaya, buru-buru ke kamar ganti. Rupanya, kabahagiaan yang diraih Lasimin setelah memboyong sepatu emas, membuatnya tak hati-hati. Rasa senang membuat lelaki ndeso itu melepas celana dengan ceroboh dan tanpa perhitungan. Tanpa sengaja, ia melepas celana pendek, tetapi celana dalamnya ikut melorot. Terpampanglah "senjata" milik Lasimin.
Sontak semua mata menatap ke bagian bawah tubuh Lasimin dengan heran. Lebih heboh, teman-teman satu tim dibuat tertawa terpingkal-pingkal, lantaran melihat Lasimin nyaris telanjang bulat, dan senjatanya terlihat dengan jelas serupa burung emprit. Semua teman Lasimin, tidak kuat menahan geli. Seketika itu, kamar ganti riuh oleh tawa, karena mereka mengejek senjata Lasimin yang kecil. Tetapi pemuda ndeso itu justru tak paham. Dengan lugu ia pun bertanya, "Kenapa kalian semua tertawa?"
Dodi, teman satu tim dengan Lasimin langsung berseloroh, "Lucu aja..! Masak sih, top skor burungnya emprit?"
Lasimin buru-buru menaikkan celana. Tapi sejak peristiwa itu, Lasimin selalu menjadi bahan ejekan, dan bulan-bulan bagi Dodi dan Saim. Lasimin yang semula tak pernah peduli ukuran penisnya, kemudian dibuat kurang percaya diri dan minder. Apalagi, setelah Dodi dan Saim mengajak Lasimin mencari perempuan nakal dan Lasimin dihina oleh Yuyun lantaran senjatanya kecil.
Hati Lasimin ciut. Tak pelak, saat Dodi dan Saim menemui Mak Gembrot untuk membesarkan penis, Lasimin yang tidak memiliki uang harus rela memendam keinginan untuk memiliki penis besar. Tetapi, ia ternyata tak kehilangan akal sehingga berkonsultasi pada Mak Gembrot untuk kemudian dipraktekkan di rumah.
Waktu terus berlalu. Lasimin dibuat kecewa karena bukan penisnya yang mekar, melainkan tangan Lasimin yang justru kian kekar, dan berorot. Keluguan Lasimin yang tak kunjung berubah, meski sudah lama tinggal di Jakarta membuat Dodi dan Saim tidak henti-henti "meledek" Lasimin. Setelah tahu Lasimin rajin mengurut burungnya di siang dan malam, maka Dodi memiliki ide untuk mengerjai Lasimin. Kali ini, Lasimin dipromosikan untuk jadi tukang urut. Apalagi, Dodi kebetulan memiliki tante yang lagi mencari tukang urut. Lasimin pun diajak ke rumah tante Marry. Tugas Lasimin, tak gampang. Dia ditugasi Tante Marry untuk menyembuhkan Elis yang sudah dua tahun lumpuh.
Tetapi bukanlah Lasimin jika menolak permintaan Dodi dan Saim. Dengan sabar, dia pun mengurut Elis. Tapi, setelah tiga bulan Elis tidak menunjukkan perubahan, Lasimin mundur. Apalagi, ia tahu upahnya disunat Dodi separuh. Dia lalu tak lagi peduli dengan burungnya. Juga, kemudian melupakan Elis.
Hingga suatu ketika, keberuntungan datang. Selepas pertandingan sepak bola melawan Kim Dong Jun --tim sepak bola dari Universitas Korea--, Lasimin dikejutkan dengan kehadiran Tante Marry dan Elis. Tak diduga Lasimin ternyata Elis sudah sembuh berkat usahanya dan Elis mengajaknya untuk menikah. Seperti mendapatkan durian runtuh, Lasimin tidak menolak. Tetapi yang membuat Lasimin terkejut lagi, justru saat berlangsung malam pertama tiba-tiba burung Lasimin menjelma jadi burung garuda.
Novel Big Size ini sepintas lalu memang terkesan seperti kisah sepele bahkan mengundang rasa jijik lantaran mengungkapkan kisah tentang keperkasaan lelaki. Tapi, pengarang ternyata tak terjebak pada elaborasi kata yang vulgar berbau jorok dan pornografi. Maka, kerja keras pengarang menggarap novel ini, patut diacungi jempol.
Apalagi, pengarang dengan jeli mengangkat cerita sensitif ini menjadi cerita yang menarik, penuh parodi, homor dengan bahasa yang "bernas" sehingga tidak sulit untuk dicerna. Tak pelak, kalau novel ini seperi cerita saskartis tentang kejantanan lelaki. Mitos kejantanan lelaki yang mengendepankan ukuran besarnya penis seperti diolok-olok pengarang, meski dengan bahasa humor, juga lucu. Itulah beberapa kelebihan novel ini.
Tetapi, di balik beberapa kelebihan novel ini, tak dinafikan ada juga setumpuk riak kelemahan yang layak dikritisi. Pertama, alur cerita lurus, dan lempeng. Tanpa ada kelit, tanpa dipilin, atau tanpa dibelok-belokkan sehingga cerita menjadi lurus seperti perjalanan kereta api.
Kedua, capaian estetis yang diterapkan lebih pada gaya novel pop. Tak salah, jika eksplorasi estetis pengarang kurang menukik. Kurang greret dengan liukan sastrawi sebagai novel sastra. Ketiga, kejutan yang seharusnya logis, ternyata tak diperhatikan. Jadinya, "kejutan" ending cerita dengan kehadiran Elis yang sembuh, lantas mengajak nikah Lasimin, menjadi tidak logis. Karena Lasimin yang sudah mengenal Tante Marry dan Elis ternyata diceritakan sempat lupa.
Lebih mencengangkan, usaha Lasimin selama 4 bulan mengurut burung dan sudah tak berhasil tiba-tiba membuat Lasimin perperangah saat menjalani malam pertama. Burung emprit Lasimin tanpa ia sadari, tiba-tiba jadi burung garuda. Nyaris sebuah kejutan yang tak masuk akal.
Kendati begitu, novel ini tetap tidak kehilangan daya pikat. Lantaran novel ini dengan jitu menohok telak mitos kejantanan lelaki yang percaya akan kejantanan lelaki berdasarkan ukuran penis. Tetapi, mitos kejantanan ternyata kuat bercokol di kerak kepala sebagian besar lelaki. Tak pelak jika laki-laki yang kebetulan punya penis bak burung emprit, harus dihantui rasa tak percaya diri sehingga perlu datang ke rumah Mak Gembrot (baca: Mak erot). ***
*) N. Mursidi, cerpenis asal Lasem, Jateng.
Sontak semua mata menatap ke bagian bawah tubuh Lasimin dengan heran. Lebih heboh, teman-teman satu tim dibuat tertawa terpingkal-pingkal, lantaran melihat Lasimin nyaris telanjang bulat, dan senjatanya terlihat dengan jelas serupa burung emprit. Semua teman Lasimin, tidak kuat menahan geli. Seketika itu, kamar ganti riuh oleh tawa, karena mereka mengejek senjata Lasimin yang kecil. Tetapi pemuda ndeso itu justru tak paham. Dengan lugu ia pun bertanya, "Kenapa kalian semua tertawa?"
Dodi, teman satu tim dengan Lasimin langsung berseloroh, "Lucu aja..! Masak sih, top skor burungnya emprit?"
Lasimin buru-buru menaikkan celana. Tapi sejak peristiwa itu, Lasimin selalu menjadi bahan ejekan, dan bulan-bulan bagi Dodi dan Saim. Lasimin yang semula tak pernah peduli ukuran penisnya, kemudian dibuat kurang percaya diri dan minder. Apalagi, setelah Dodi dan Saim mengajak Lasimin mencari perempuan nakal dan Lasimin dihina oleh Yuyun lantaran senjatanya kecil.
Hati Lasimin ciut. Tak pelak, saat Dodi dan Saim menemui Mak Gembrot untuk membesarkan penis, Lasimin yang tidak memiliki uang harus rela memendam keinginan untuk memiliki penis besar. Tetapi, ia ternyata tak kehilangan akal sehingga berkonsultasi pada Mak Gembrot untuk kemudian dipraktekkan di rumah.
Waktu terus berlalu. Lasimin dibuat kecewa karena bukan penisnya yang mekar, melainkan tangan Lasimin yang justru kian kekar, dan berorot. Keluguan Lasimin yang tak kunjung berubah, meski sudah lama tinggal di Jakarta membuat Dodi dan Saim tidak henti-henti "meledek" Lasimin. Setelah tahu Lasimin rajin mengurut burungnya di siang dan malam, maka Dodi memiliki ide untuk mengerjai Lasimin. Kali ini, Lasimin dipromosikan untuk jadi tukang urut. Apalagi, Dodi kebetulan memiliki tante yang lagi mencari tukang urut. Lasimin pun diajak ke rumah tante Marry. Tugas Lasimin, tak gampang. Dia ditugasi Tante Marry untuk menyembuhkan Elis yang sudah dua tahun lumpuh.
Tetapi bukanlah Lasimin jika menolak permintaan Dodi dan Saim. Dengan sabar, dia pun mengurut Elis. Tapi, setelah tiga bulan Elis tidak menunjukkan perubahan, Lasimin mundur. Apalagi, ia tahu upahnya disunat Dodi separuh. Dia lalu tak lagi peduli dengan burungnya. Juga, kemudian melupakan Elis.
Hingga suatu ketika, keberuntungan datang. Selepas pertandingan sepak bola melawan Kim Dong Jun --tim sepak bola dari Universitas Korea--, Lasimin dikejutkan dengan kehadiran Tante Marry dan Elis. Tak diduga Lasimin ternyata Elis sudah sembuh berkat usahanya dan Elis mengajaknya untuk menikah. Seperti mendapatkan durian runtuh, Lasimin tidak menolak. Tetapi yang membuat Lasimin terkejut lagi, justru saat berlangsung malam pertama tiba-tiba burung Lasimin menjelma jadi burung garuda.
Novel Big Size ini sepintas lalu memang terkesan seperti kisah sepele bahkan mengundang rasa jijik lantaran mengungkapkan kisah tentang keperkasaan lelaki. Tapi, pengarang ternyata tak terjebak pada elaborasi kata yang vulgar berbau jorok dan pornografi. Maka, kerja keras pengarang menggarap novel ini, patut diacungi jempol.
Apalagi, pengarang dengan jeli mengangkat cerita sensitif ini menjadi cerita yang menarik, penuh parodi, homor dengan bahasa yang "bernas" sehingga tidak sulit untuk dicerna. Tak pelak, kalau novel ini seperi cerita saskartis tentang kejantanan lelaki. Mitos kejantanan lelaki yang mengendepankan ukuran besarnya penis seperti diolok-olok pengarang, meski dengan bahasa humor, juga lucu. Itulah beberapa kelebihan novel ini.
Tetapi, di balik beberapa kelebihan novel ini, tak dinafikan ada juga setumpuk riak kelemahan yang layak dikritisi. Pertama, alur cerita lurus, dan lempeng. Tanpa ada kelit, tanpa dipilin, atau tanpa dibelok-belokkan sehingga cerita menjadi lurus seperti perjalanan kereta api.
Kedua, capaian estetis yang diterapkan lebih pada gaya novel pop. Tak salah, jika eksplorasi estetis pengarang kurang menukik. Kurang greret dengan liukan sastrawi sebagai novel sastra. Ketiga, kejutan yang seharusnya logis, ternyata tak diperhatikan. Jadinya, "kejutan" ending cerita dengan kehadiran Elis yang sembuh, lantas mengajak nikah Lasimin, menjadi tidak logis. Karena Lasimin yang sudah mengenal Tante Marry dan Elis ternyata diceritakan sempat lupa.
Lebih mencengangkan, usaha Lasimin selama 4 bulan mengurut burung dan sudah tak berhasil tiba-tiba membuat Lasimin perperangah saat menjalani malam pertama. Burung emprit Lasimin tanpa ia sadari, tiba-tiba jadi burung garuda. Nyaris sebuah kejutan yang tak masuk akal.
Kendati begitu, novel ini tetap tidak kehilangan daya pikat. Lantaran novel ini dengan jitu menohok telak mitos kejantanan lelaki yang percaya akan kejantanan lelaki berdasarkan ukuran penis. Tetapi, mitos kejantanan ternyata kuat bercokol di kerak kepala sebagian besar lelaki. Tak pelak jika laki-laki yang kebetulan punya penis bak burung emprit, harus dihantui rasa tak percaya diri sehingga perlu datang ke rumah Mak Gembrot (baca: Mak erot). ***
*) N. Mursidi, cerpenis asal Lasem, Jateng.
3 komentar:
menarik sekali mas ceritanya...
menarik...!!!
mau baca juga...
ada link buku onlinenya...????
karna saya sulit untuk mengirimkannya dari Indonesia ke pakistan,harga pos terlalu mahal mas..:)
# harga motor: makasih telah mampir di blog ini.
# nada rachma: toko buku online byk sekali, anda bisa mencarinya di google dengan riset kata online, aku takut kasih rekomendasi jk nanti mengecewakan anda.
semula aku berniat membuka toko buku online, tp sampai sekarang blm terlaksana. semoga tahun depan bs terwujud
Posting Komentar