....

Sabtu, 28 Juni 2008

detik-detik terakhir kejatuhan Granada

Resensi buku ini dimuat di Media Indonesia, Sabtu 28 Juni 2008

Judul buku : Granada; Genosida Kebudayaan di Andalusia
Pengarang : Radwa Ashour
Penerbit : Bukumutu, Depok
Cetakan : Pertama, Mei 2008
Tebal buku : viii + 352 halaman

KURANG lebih delapan abad lamanya, Islam mengalami kejayaan di Spanyol (Andalusia) --dari Cordoba hingga Granada. Tetapi kejayaan Islam di Andalusia itu tinggal kenangan. Kemenangan pasukan Thariq bin Ziyad -yang mampu mengalahkan pasukan Kristen di Muara Sungai Barbate (711 M)- kini pun tinggal cerita. Padahal, dari perjuangan Thariq itu, kemudian berdiri kerajaan Islam di tanah Spanyol; di Toledo, Malaga, Cordoba dan Granada.

Keberadaan istana Alhamra, Granada bisa disebut sebagai puncak sekaligus keruntuhan Islam di Andalusia. Setelah berkuasa selama 260 tahun (1232-1492), keturunan Bani Ahmar (dinasti Sultan Muhammad bin Al-Ahmar) berselisih. Tak pelak, jika pertengkaran itu pun harus dibayar mahal, lantaran membawa keterpurukan. Padahal, musuh kian menguat. Apalagi setelah Raja Ferdinand V (dari Aragon) dan Ratu Isabella (dari Castille) menikah. Praktis, dua (2) kekuatan yang bersatu itu lantas berhasil menaklukan Alhambra, 2 Januari 1492 setelah tentara Castile mengepung Granada selama tujuh bulan. Maka, berakhirlah kejayaan Islam di Spanyol, dan umat Islam di Granada menelan pil pahit di bawah pendudukan penguasa Kristen.

Detik-detik terakhir kejatuhan Granada itu dikisahkan Radwa Ashour dalam Granada Genosida Kebudayaan di Andalusia ini. Dengan mengangkat cerita keluarga Abu Jaafar yang hidup di masa-masa pendudukan tentara Castile, pengarang yang mendapat galar Ph.D (tentang sastra Afro-Amerika) dari University of Massachusetts ini seakan hendak "menggugat" kristenisasi paksa --yang dimaklumatkan oleh penguasa Kristen. Padahal sebelum itu keluarga Abu Jaafar bisa dikata hidup dalam kedamaian; menjalankan ibadah dengan bebas.***

*) N. Mursidi, cerpenis tinggal di Ciputat, Tangerang.

6 komentar:

FAJAR S PRAMONO mengatakan...

Salut banget aku, Mas!

Sampeyan iki lho. Lha wong isih nyepi, kerja rutin, ngurus majalah "anyar", kursus Inggris, nggarap novel, sibuk mentoring penulis pemula, berniat "hanya" menulis untuk media-media besar, dan menciptakan "pembatasan-pembatasan" diri lainnya, ya tetep saja produktif. :) Media Indonesia lagi... luar biasa!

Kayaknya, "pembatasan-pembatasan" itu mending dihilangkan sekalian kok, Mas. Mending di-"los" saja. Nggak perlu nahan-nahan. Menahan diri dari keinginan yang sudah menjadi "jiwa" malah bisa bikin sutris lho, Mas! Serius ki...

Dalam pandanganku, "sebagian hidup" Mas Nur yang ada di dunia tulis-menulis dan kirim-mengirim ke media ini. Itu memang semakin bisa dilengkapi dengan upaya penciptaan "masterpiece" kepenulisan. Tapi, apakah perlu mengorbankan yang sudah berjalan baik, kalau sesungguhnya dia tak mengganggu? Selama semua bisa dikerjakan dengan baik, menurutku, why not gitu loh? :)

Kasian kami-kami, Mas. Kalo Sampeyan sengaja "mundur" dari media --meski sementara-- siapa lagi yang bisa jadi motivator sekaligus inspirator buat kami?

"Los" dalam arti bukan "lepas"-kan dari genggaman tangan, tapi "los" yang berarti lepaskan segala sesuatu di hati dan jiwa ini.

OK, Bro?
(mohon maaf kalo kepanjangan, karena aku sangat-sangat terinspirasi dari tulisan-tulisan dan hasil pemuatan karya Mas Nur di media. Saya ingin, setiap saya up date blog Mas Nur, senantiasa ada keterangan "... ini dimuat di ..."!)

penulis mengatakan...

he 3x. dua bulan cuma nulis 1 tulisan ini. itupun didesak2 si pemberi buku tsb. jadi, gak enak jk tak diresensi. trm ksh, masukan2nya!

Desi Hanara mengatakan...

Thnz 4 visiting me. Serious blog here :)

penulis mengatakan...

terima kasih jg hanara. thanks

CIAO ITALIA! mengatakan...

Kristenisasi paksa adalah praktek politisasi yang umum terjadi di era Abad Pertengahan.

Tapi Granada emang eksotis.


CIAO ITALIA!
unmacchiato.blogspot.com

Anonim mengatakan...

lomba ciao italia, lumayan juga! jika nanti kebetulan tdk sibuk, aku andil bagian!!!