resensi ini dimuat di majalah Hidayah, edisi 89 Januari 2008
Judul buku : Buku Induk Ekonomi Islam; Iqtishaduna
Penulis : Muhammad Baqir Ash-Shadr
Penerbit : Zahra, Jakarta
Cetakan : Pertama, Agustus 2008
Tebal buku : 600 halaman
Dalam buku The End of History?, Francis Fukuyama mengemukakan tesis bahwa runtuhnya tembok Berlin telah menjadi tanda dari akhir sejarah. Komunisme tumbang dan kapitalisme ditasbih Fukuyama menjadi pemenang. Tapi, krisis keuangan yang telah menggulung perekonomian Amerika baru-baru ini, tidak “menutup mata orang” bahwa ekonomi kapitalisme ternyata tidak membawa penduduk bumi hidup lebih baik.
Diakui atau tidak, kapitalisme telah membuka peluang keserakahan dan ruang itulah yang kemudian menjadikan dunia digerus dalam lipatan krisis. Tak salah, jika krisis finansial global sekarang ini seakan mengukuhkan bahwa kapitalisme gagal membawa dunia ke arah yang lebih baik.
Di tengah krisis keuangan global yang membuat banyak orang dicekam cemas, tentu Buku Induk Ekonomi Islam; Iqtishaduna karya Muhammad Baqir Ash-Shadr -pemikir Muslim Najk, Irak-- ini patut untuk diapresiasi. Penulis tidak saja membandingkan sistem ekonomi kapitaslisme dan sosialisme, dengan sistem ekonomi Islam, tapi lebih jauh lagi mengupas konsep ekonomi Islam secara detail. Tak berlebihan jika penulis berpendapat bahwa sistem ekonomi Islam ini bisa menjadi alternatif, lantaran masih terus berdenyut secara teoritis maupun ideologis. Sayangnya, sistem ekonomi Islam kerap tak mendapat tempat dan terkesan tak diberi kesempatan.
Padahal, krisis keuangan global yang terjadi sekarang ini membuktikan bahwa ekonomi kapitalisme meninggalkan belang dan coreng moreng, yang patut digugat. Pasalnya, sistem ekonomi kapitalisme memberi ruang kebebasan tidak terbatas dan hal itu melahirkan ketidakseimbangan atau kesenjangan. Islam tidak setuju dengan konsep distribusi kapitalisme, bahkan Marxisme yang mengaitkan kepemilikan sumber-sumber produksi dengan bentuk produksi yang berlaku.
Sementara Islam, menurut penulis membatasi kebebasan individu dalam memiliki sumber-sumber produksi dan memisahkan distribusi sumber-sumber dari bentuk produksi. Alasan di balik itu, Islam melihat unsur manusia demi keadilan. Islam mengobarkan jihad melawan keterbelakangan dan kemunduran. Maka, bagi penulis, tidak ada “kerangka” yang tepat untuk mencari solusi berbagai “problem keterbelakangan ekonomi”, kecuali dengan sistem ekonomi Islam.
Meski buku ini cukup kental dengan pijakan teologis-normatif dan berlatar kondisi sosial pada masa lalu, tetapi kajian detail tentang seluk beluk ekonomi Islam (mulai dari masalah produksi, distribusi, sirkulasi, jaminan sosial, pajak, batas kekayaan pribadi dan masalah-malasah lain) bahkan disertai analisis tajam membandingkan sistem ekonomi kapitalisme dan Marxisme dengan sistem ekonomi Islam, menjadikan buku ini sebagai sebuah kajian utuh tentang sistem ekonomi Islam.
Lewat buku ini, penulis berusaha menemukan doktrin ekonomi Islam, didasarkan atas penerapan hukum-hukum Islam, serta implikasinya berhubungan dengan bidang-bidang ekonomi. Alhasil, buku Iqtishaduna (ekonomi kita) ini, selain memaparkan soal ekonomi secara luas, juga menjadi sumbangsih berharga dalam khazanah dan literatur ekonomi Islam. Dengan sumbangsih itu, dalam konteks Indonesia, buku ini diharapkan membuka mata elit pemegang kebijakan ekonomi (meminjam ungkapan Prof KH Ali Yafie) untuk dijadikan pijakan atau jalan keluar –guna menuntaskan problem ekonomi di negeri ini yang terpuruk dalam jurang krisis. (n. mursidi)
Diakui atau tidak, kapitalisme telah membuka peluang keserakahan dan ruang itulah yang kemudian menjadikan dunia digerus dalam lipatan krisis. Tak salah, jika krisis finansial global sekarang ini seakan mengukuhkan bahwa kapitalisme gagal membawa dunia ke arah yang lebih baik.
Di tengah krisis keuangan global yang membuat banyak orang dicekam cemas, tentu Buku Induk Ekonomi Islam; Iqtishaduna karya Muhammad Baqir Ash-Shadr -pemikir Muslim Najk, Irak-- ini patut untuk diapresiasi. Penulis tidak saja membandingkan sistem ekonomi kapitaslisme dan sosialisme, dengan sistem ekonomi Islam, tapi lebih jauh lagi mengupas konsep ekonomi Islam secara detail. Tak berlebihan jika penulis berpendapat bahwa sistem ekonomi Islam ini bisa menjadi alternatif, lantaran masih terus berdenyut secara teoritis maupun ideologis. Sayangnya, sistem ekonomi Islam kerap tak mendapat tempat dan terkesan tak diberi kesempatan.
Padahal, krisis keuangan global yang terjadi sekarang ini membuktikan bahwa ekonomi kapitalisme meninggalkan belang dan coreng moreng, yang patut digugat. Pasalnya, sistem ekonomi kapitalisme memberi ruang kebebasan tidak terbatas dan hal itu melahirkan ketidakseimbangan atau kesenjangan. Islam tidak setuju dengan konsep distribusi kapitalisme, bahkan Marxisme yang mengaitkan kepemilikan sumber-sumber produksi dengan bentuk produksi yang berlaku.
Sementara Islam, menurut penulis membatasi kebebasan individu dalam memiliki sumber-sumber produksi dan memisahkan distribusi sumber-sumber dari bentuk produksi. Alasan di balik itu, Islam melihat unsur manusia demi keadilan. Islam mengobarkan jihad melawan keterbelakangan dan kemunduran. Maka, bagi penulis, tidak ada “kerangka” yang tepat untuk mencari solusi berbagai “problem keterbelakangan ekonomi”, kecuali dengan sistem ekonomi Islam.
Meski buku ini cukup kental dengan pijakan teologis-normatif dan berlatar kondisi sosial pada masa lalu, tetapi kajian detail tentang seluk beluk ekonomi Islam (mulai dari masalah produksi, distribusi, sirkulasi, jaminan sosial, pajak, batas kekayaan pribadi dan masalah-malasah lain) bahkan disertai analisis tajam membandingkan sistem ekonomi kapitalisme dan Marxisme dengan sistem ekonomi Islam, menjadikan buku ini sebagai sebuah kajian utuh tentang sistem ekonomi Islam.
Lewat buku ini, penulis berusaha menemukan doktrin ekonomi Islam, didasarkan atas penerapan hukum-hukum Islam, serta implikasinya berhubungan dengan bidang-bidang ekonomi. Alhasil, buku Iqtishaduna (ekonomi kita) ini, selain memaparkan soal ekonomi secara luas, juga menjadi sumbangsih berharga dalam khazanah dan literatur ekonomi Islam. Dengan sumbangsih itu, dalam konteks Indonesia, buku ini diharapkan membuka mata elit pemegang kebijakan ekonomi (meminjam ungkapan Prof KH Ali Yafie) untuk dijadikan pijakan atau jalan keluar –guna menuntaskan problem ekonomi di negeri ini yang terpuruk dalam jurang krisis. (n. mursidi)
2 komentar:
Mursidi..., selamat ya kamu menang Juara 2 lomba Resensi bukunya Teh Asma yang Istana Kedua!
Aku juga kebagian menang sih, tapi yang pemenang hiburan..hahahhha...
Tetap semangat ya!
terima kasih infonya, selamat juga untuk anda
Posting Komentar