....

Senin, 27 Agustus 2007

itikad memahami pesan Tuhan

resensi ini dimuat di majalah Tempo, edisi 31/XXXI 30 Sep02 (arsip baru ditemukan)

Judul buku : Hermeneutika Qur'ani: Antara Teks, Konteks, dan Kontekstualisasi
Penulis : Fakhruddin Faiz
Penerbit : Qalam, Yogyakarta
Cetakan : Pertama, April 2002
Tebal : ix + 147 halaman

Diturunkan 15 abad yang lalu, Al-Quran diyakini umat Islam sebagai sumber utama, tempat semua masalah hidup disandarkan. Zaman terus berlalu. Islam berkembang ke wilayah-wilayah yang memiliki perbedaan dengan kondisi sosial-historis di saat Al-Quran diturunkan. Akselerasi zaman ini melahirkan pula berbagai masalah kontemporer yang membutuhkan jawaban. Untuk itu, diperlukan interpretasi atau penafsiran Al-Quran secara kontekstual.

Fakhruddin Faiz, staf pengajar Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta, mencoba menelaah karya Rasyid Ridha dan Abduh (dalam tafsir Al-Manar) serta Hamka (dalam tafsir Al-Azhar) untuk menyusuri seberapa jauh metode interpretasi dari kedua tafsir itu memuat unsur-unsur hermeneutika.

Pelacakan Faiz menemukan bahwa kedua tafsir tersebut cukup kuat dalam melakukan penafsiran dengan cara hermeneutika. Dengan mengolah teks, misalnya, baik Ridha, Abduh, maupun Hamka telah berupaya menggali makna Al-Quran secara operatif fungsional. Mereka berupaya agar Al-Quran itu dapat dijadikan petunjuk nyata bagi kehidupan umat Islam.

Ada sikap rasional dalam mengolah teks dari ketiga penulis di atas—walau bukan tanpa kelemahan. Menurut Faiz, mereka lebih menekankan aspek langue (bahasa) daripada aspek parole (kata-kata). Dalam tafsir Al-Manar, misalnya, Abduh berusaha mengubah pandangan orang karena ia menolak poligami (An-Nisa': 3), yang dia nilai tidak adil terhadap perempuan. Sementara itu, Hamka, dalam menafsirkan surat Muhammad: 4, tampak teguh berpendapat bahwa Nabi pernah pula memberikan hukuman kepada tawanannya, meski ia memiliki sifat welas asih.

Penelusuran penulis buku ini sampai pada kesimpulan bahwa kedua tafsir tersebut bercorak hermeneutik. Faiz melihat aspek teks, konteks, dan kontekstualisasi dari kedua tafsir tersebut amatlah kental. Namun, tak dapat diingkari bahwa ketiga aspek itu masih jarang bisa berjalan secara bersama-sama. Kendati demikian, upaya Ridha, Abduh, dan Hamka dalam menggali makna teks untuk memahami pesan Tuhan itu setidaknya merupakan satu itikad yang patut dihargai.

Nur Mursidi, Peneliti Lembaga Pantheon, Yogyakarta

2 komentar:

Eep Khunaefi mengatakan...

Kayaknya sudah mulai males nulis nih, sampai resensi lama dimasukkin lagi haaa........

Apa karena pikirannya masih pengen ke gunung? Emang, ente hrs ke gunung dulu sebentar lalu kembali lagi ke kota.

penulis mengatakan...

he 3x lagi males nulis, dan sudah ingin segera ke gunung