....

Sabtu, 31 Oktober 2009

merengkuh surga kebahagiaan dalam keluarga

resensi ini dimuat di KORAN JAKARTA, Sabtu 31 Oktober 2009

Judul : Sekali Berkeluarga, Selamanya Bahagia
Penulis : Mashuri Kartubi
Penerbit : Al-Ghazali Center, Jakarta
Cetakan : Pertama, Agustus 2009
Tebal buku : 207 halaman

Di tengah kemajuan zaman, pernikahan dianggap tidak lagi sebagai “ikatan suci” yang memiliki aspeks spiritualitas. Tak salah jika pernikahan dianggap tak lebih sebagai berakhirnya masa lajang. Lebih dari itu, dengan pernikahan dua orang lawan jenis “sah” memadu kasih, mengumpulkan harta, beranak pinak. Tak mustahil, lembaga pernikahan sekarang ini pun digugat dan dikritik telah mengebiri kebebasan hidup setiap pasangan.

Tak pelak, jika orang modern kemudian memilih “hidup bersama” (di luar ikatan perkawinan) daripada diikat “tali pernikahan”. Dengan cara seperti itu, dua orang lawan jenis bebas “hidup dalam satu atap” tanpa ada ikatan atau aturan yang mengikat, kecuali hanya atas dasar suka sama suka. Padahal, pernikahan itu memiliki “misi suci” yang tak sekedar sebagai pemenuhan kebutuhan biologis, melainkan memiliki dimensi spiritual dan bahkan menyimpan ladang amal dan ibadah.

Dimensi spiritual yang menyimpan seribu ladang amal dan ibadah dalam ikatan pernikahan itulah yang dibentangkan penulis dalam buku Sekali Berkeluarga Selamanya Bahagia ini. Mashuri Kartubi (lahir di Grobogan 6 Februari 1967) menegaskan bahwa pernikahan tak sekedar pemenuhan hasrat seksual. Karena dalam Islam, pernikahan itu menyimpan ladang ibadah -demi menjaga kesucian dan kehormatan. Karena pernikahan yang dibangun di atas tali cinta dan taqwa, bisa melahirkan ketenangan batin.

Dalam Islam, konsep pernikahan itu, dikenal dengan rumah tangga yang sakinah (ketenagan hati), mawaddah (cinta) dan rahmah (kasih sayang). Karena Rumah tangga seperti itu merupakan sebuah cita-cita pernikahan. Dengan membangun rumah tangga di atas fondasi cinta dan berpijak pada landasan tauhid, setiap gerak dan kegiatan yang dilakukan suami maupun istri akan dinilai oleh Allah sebagai ibadah.

Untuk urusan memadu kasih dalam pernikahan pun, Islam memandang sebagai ibadah. Dalam sebuah hadits, nabi SAW bersabda, “Sesungguhnya pada kemaluan salah seorang dari kamu adalah sedekah (berpahala sedekah). Para sahabat bertanya, “Wahai Rasulullah apakah salah seorang dari kami melampiaskan shahwatnya mendapatkan pahala?”, beliau menjawab, “Bagaimana pandanganmu dalam dia meletakkannya di tempat yang haram (bukan istrinya) Adakah ia mendapatkan dosa? Maka demikian juga apabila ia menempatkan pada tempat yang halal (istrinya sendiri), maka mendapatkan pahala.”

Dengan amal ibadah itu, maka pernikahan patut dipertahankan. Setiap pasangan dituntut saling melengkapi dan menutupi kekurangan masing-masing. Dengan cara itu, kebahagiaan bisa direngkuh suami dan istri. Sebab dengan pernikahan yang sakinah, mawaddah dan rahmah itu, setiap pasangan mendapatkan ketenangan dan setiap gerak akan dinilai ibadah.

Tentu, kebahagiaan rumah tangga seperti itu menjadi dambaan setiap pasangan. Karena keluarga bisa diibaratkan surga dan barang siapa yang mendapat kebahagiaan dalam keluarga, maka ia mendapatkan surga dunia. Lewat buku ini, penulis memberikan gambaran dan tips meraih kebahagiaan berumah tangga yang layak untuk diperhatikan. (n mursidi, blogger buku terbaik dalam Pesta Buku Jakarta 2008)

Tidak ada komentar: