....

Minggu, 23 September 2012

Rekonstruksi Orisinal Kehidupan Cleopatra

resensi ini dimuat di Lampung Post, Minggu 23 September 2012

Judul buku  : Cleopatra: Kisah Hidup Sang Ratu Mesir Yang Sesungguhnya
Penulis        : Stacy Schiff
Penerbit      : PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
Cetakan      : Pertama, 2012
Tebal buku  : 452 halaman
Harga buku : Rp. 90,000

CLEOPATRA bisa disebut salah satu tokoh penting dalam sejarah. Sebagai ratu Mesir yang dikenal sebagai Cleopatra VII, ia tak diragukan lagi, dikenal luas bahkan melampaui fakta yang sebenarnya. Ia hidup dua ribu tahun yang lalu -pada abad pertama Sebelum Masehi- tetapi ia masih tetap dikenang sepanjang zaman. Sayang, riwayat hidup Cleopatra ternyata banyak disalahpahami; ia dikenang dengan setumpuk alasan yang salah atau kurang otentik. Ia lebih dikenal sebagai legenda daripada (sosok yang pernah) hidup dalam sejarah.


Tak pelak, kalau kehidupan Cleopatra lebih dicitrakan sebagai perempuan yang tak bermoral; perempuan penggoda. Ia menikah dua kali; kedua suaminya masih bersaudara. Tapi dibalik itu, ia menjalin hubungan asmara dengan dua pria penting Romawi yang berstatus menikah dengan perempuan lain. Dari hubungan itu, ia memiliki seorang anak dari satu pria tersebut dan tiga lagi dari pria kedua. Dan, ia bisa memerintahkan kedua orang penting Romawi itu -yang tak lain Julius Caesar dan Mark Antony- tak bisa menolak apa yang ia perintah. Citra sebagai perempuan penggoda itu menutupi kecemerlangan Cleopatra yang dikenal sebagai ratu jago negosiasi, dan mengendalikan kekuasaan.

Di tengah setumpuk mitos yang melingkupi kehidupan Cleopatra yang lebih dicitrakan miring itu, buku Cleopatra Kisah Hidup Sang Ratu Mesir Yang Sesungguhnya karya Stacy Schiff ini coba menghadirkan sosok Cleopatra dengan menepis "mitos dan leganda" yang melingkupi sejarah hidupnya. Dengan buku ini, penulis yang tinggal di New York City ini menghidupkan kembali riwayat Cleopatra dengan cara menyelamatkan "fakta dari fiksi", atau tepat menghilangkan mitos yang melekat pada sosok Cleopatra selama ini.

Walau bagaimana pun,  di mata Stacy Schiff, Cleopatra bukan perempuan biasa. Ia perempuan yang langka. Maklum, waktu itu, seorang perempuan bisa jadi penguasa adalah barang langka. Apalagi, ia bisa tampil menonjol sebagai satu-satunya perempuan --terpaut 1300 tahun dengan Nefertiti-- pada zaman kuno yang berkuasa sendirian dan memainkan peran dalam berbagai urusan Barat. Padahal, ia cukup belia saat memanggul tahta. Ia berusia 18 tahun -dan adik laki-lakinya 10 tahun-- ketika mengendalikan negeri yang diliputi masa lalu berat dan masa depan goyah.

Tapi ia bisa jadi ratu (penguasa) Mesir yang cakap dan berpandangan jernih. Ia tahu bagaimana mengendalikan kekuasaan, membangun armada, mengandalikan mata uang, menumpas pemberontak dan meredam kelaparan. Sayang semua itu berakhir tragis. Ia serupa menjalani hidup sekadar menunda kekalahan. Ia berkuasa 22 tahun, meninggal pada usia 39 tahun setelah mengalami deraaan perang--pernah kehilangan kerajaan, memperoleh kembali, nyaris kehilangan lagi, memperolehnya kembali hingga akhirnya kehilangan tahta lamanya. Dan setelah kematiannya, Mesir jadi salah satu provinsi Romawi dan baru mendapat otonominya pada abad kedua puluh.

Stacy Schiff tak menepis sosok Cleopatra sebagai perempuan dengan citra miring. Tapi dari setumpuk rujukan yang ada, dia (yang pernah jadi pemenang Pulitzer Prize) berusaha memilah mitos dan fakta. Ia dengan jeli merestorasi konteks yang bisa diterima akal. Maklum, sumber yang terkait dengan Cleopatra yang bisa dikatakan komprehensif tak pernah bertemu dengan Cleopatra. Plutarch misalnya, lahir 76 tahun pasca kematian Cleopatra. Appian menulis dalam jarak seabad lebih. Dio berjarak dua abad.

Di samping itu, para penulis klasik tak mengindahkan statistik dan logika. Tak pelak, jika cerita Cleopatra saling tumpang tinding. Appian cukup gegabah. Joseph tak berdaya dengan kronologi sedang Dio lebih berkutat pada retorika daripada ketepatan detail sejarah. Satu hal penting lagi; meski pada masa itu Mesir sudah dikenal sebagai bangsa mengenal pengetahuan, tetapi tidak lahir satu pun sejarawan hebat. Akibatnya, tak semata kisah Cleopatra kemudian ditulis musuhnya tapi sosoknya digambarkan sebagai ratu Mesir yang tak pernah puas, haus darah dan gila kekuasaan. Ia digambarkan penuh mitos. Hal itu, tidak lain dilaterbelakangi dua hal.

Pertama, ia digambarkan sensasional dari versi Romawi, bukan dari versi Mesir. Tak salah, sosoknya bercampur dengan mitos --tak lepas dari tendensi. Kedua, sebagian besar kisah Cleopatra dibangun dari imajinasi dan alasan yang tidak logis -alih-alih diperhalus perannya, tetapi justru diperluas dan penuh dengan tudingan miring. Padahal, nyaris tidak ada yang bisa dipertanggung jawabkan secara faktual tentang riwayat Cleopatra. Bahkan, siapa ibu Cleopatra pun tak ada satu kesepatan. Juga berapa lama tinggal di Roma, berapakali ia mengandung, apakah ia menikah dengan Mark Antony atau tidak; hingga bagaimana detail kematian yang menjadi akhir takdirnya.

Di antara tumpukan sumber yang tidak konsisten bahkan bertentangan itu, penulis buku ini mencoba merangkai kisah Cleopatra dengan menepis mitos dan menyelamatkan sedikit fakta yang bisa dipercaya. Di sisi lain, penulis pun tak gegabah dengan melengkapi serpihan yang kosong dalam detail cerita Cleopatra dengan menambahkan imajinasi. Bahkan, dia pun menepis banyak kepingan cerita-cerita fiksi yang ditulis oleh penulis fiksi seperti George Bernard Shaw, Handel, bahkan William Shakespeare. Itu tak lain, karena dia mendasarkan pada riset yang cermat, bahkan ingin memisahkan antara fakta dan fiksi. Tak pelak, jika ini adalah karya yang bisa disebut rekonstruksi orisinal tentang kehidupan Cleopatra.

*) N. Mursidi, peneliti pada Al-Mu`id Institute, Lasem, Jawa Tengah

Tidak ada komentar: