....

Sabtu, 20 Oktober 2012

Menguak Kebobrokan Perbankan Lewat Novel

resensi buku ini dimuat di Koran Jakarta, Sabtu 20 Oktober 2012

Judul buku: Negeri Para Bedebah
Penulis      : Tere Liye
Penerbit    : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan    : Pertama, 2012
Tebal         : 440 halaman
Harga buku: Rp. 60.000,-

KASUS bail out Bank Century, hingga detik ini masih menyimpan misteri. Meski pun rapat Paripurna DPR telah memutuskan bahwa dibalik pengucuran dana talangan itu terjadi setumpuk pelanggaran hukum, ternyata penuntasan kasus skandal Bank Century masih terkatung-katung. KPK tidak kunjung menindaklanjuti temuan pansus dan keputusan sidang paripurna DPR. Bahkan, kemudian muncul testimoni Antasari Azhar (mantan ketua KPK) yang mengundang heboh. Publik pun seakan diingatkan kembali dengan skandal bank Centuty. Apalagi, Antasari mengaku pernah diundang predisen pada 9 Oktober 2008 untuk membicarakan krisis ekonomi global dan dunia perbankan di tanah air.


Benarkah ada "skandal" dibalik kucuran dana talangan Bank Century yang diduga telah merugikan keuangan negara sebesar Rp6,7 triliun itu? Novel Negeri Para Bedebah yang ditulis oleh Tere Liye ini, memang tak mengisahkan tentang skandal di balik bail out bank Century. Tetapi dengan mengagumkan Tere Liye mampu mengisahkan skandal "bail out Bank" Semesta di sebuah negeri yang disebut negeri para bedebah, yang tak bisa dimungkiri memiliki kesamaan kisah dengan bail out Bank Century.

Thomas --tokoh utama dalam novel ini-- dikenal luas sebagai seorang konsultan keuangan yang hebat. Dia lulusan sebuah sekolah bisnis ternama di luar negeri yang memiliki jasa konsultansi finasial dan perbankan. Tak mustahil, kalau pendapat dan prediksinya tentang keuangan kerap didengar banyak pelaku bisnis. Tapi di puncak kariernya itu, tiba-tiba dia didatangai oleh orang kepercayaan Om Liem, yang mengabarkan bahwa Bank Semesta dinyatakan bangkrut dan hendak ditutup. Lebih tragis, Om Liem, sebagai pemilik bank dinyatakan bersalah dan akan dipenjarakan.

Kabar kebangkrutan bank Semesta itulah yang membuat Thomas seperti tersentak dan ia tak bisa mengelak. Sebab, mau tak mau, dia harus menyelamatkan kehormatan keluarganya. Meskipun dia membenci Om Liem setengah mati, lantaran akibat ulah om-nya itu papa dan mamanya mati terpanggang api saat dia masih kecil, tetapi kini dia terpanggil dan bertekat untuk "menyelamatkan" Om Liem. Apalagi, setelah dia mempelajari lebih jauh tentang data-data Bank Semesta dan dia tahu walaupun Om Liem bukan orang yang bersih, tetapi dia tahu bahwa di balik rencana penutupan Bank Semesta itu, ada konspirasi jahat yang ingin menghancurkan keluarga Thomas.

Dengan sekuat tenaga, Thomas kemudian melarikan Om Liem --yang sebenarnya hendak dipenjara- ke rumah kakeknya. Thomas hanya punya waktu dua hari untuk dapat menyelamatkan Bank Semesta agar tidak ditutup. Berbagai rencana pun dicanangkan, mulai dari membuat konferensi pres dengan menyatakan bahwa jika Bank Semesta ditutup maka akan bisa menimbulkan dampak sitemik bagi dunia perbankan. Selain itu, ia pun berusaha memengaruhi gubernur bank sentral dan kepala penjaminan simpanan (hal. 166-173). Bahkan, berkat bantuan Julia, seorang wartawan sebuah majalah ekonomi, Thomas berhasil ikut menemui menteri keuangan --dengan menyodorkan data rahasia bahwa ada beberapa BUMN yang juga menyimpan uang di Bank Semesta. Maka jika tidak diselamatkan, uang negara itu bisa raib.

Tetapi, semua rencana itu masih belum memberikan harapan. Karena itu, Thomas pun melobi Erik untuk bisa memanipulasi data Bank Semesta bahkan memita untuk dipertemukan dengan "putra mahkota" untuk bisa memengaruhi rapat komite pada hari Senin meski untuk semua itu ia harus merogoh uang milyaran demi membantu keuangan partai. Dalam waktu dua hari itu, Thomas bergerak dengan cepat bahkan cekatan. Padahal, setiap langkah Thomas tidak pernah "lepas" dari kejaran polisi, terlebih Wusdi (seorang petinggi polisi) dan Tunga (salah satu jaksa senior) yang sudah sejak lama mengincar harta Om Liem.

Beberapa kali, Thomas pernah ditanggap polisi, disekap Wusdi dan Tunga, bahkan kemudian dijebloskan ke penjara. Tapi, berkat kecerdiakn Thomas, dia bisa menipu polisi dengan menyuap transfer uang (yang beberapa menit kemudian ditarik kembali). Dengan jeli pula, Thomas akhirnya tahu "dalang" yang berharap Bank Semesta Pailit, yakni Tuan Shinpei. Di akhir kisah, dengan tegas pengarang membuka semua itu menjadi terang. Tuan Shinpei adalah orang yang paling menginkan Bank Semsta pailit. Dengan pailit, maka utang empat perusahaannya yang terdaftar atas nama orang lain di pencatatan Bank Semesta akan hangus (hal. 410).

Setelah Bank Semesta bangkrut, bisnis Om Liem pun runtuh satu persatu. Dengan demikian, tuan Shinpei bisa membelinya dengan harga obral. Dan Tuan Shinpei bisa melakukan semua itu, tak lain karena bekerjasama dengan Ram, Direktur Bank Semesta. Apakah Thomas akhirnya bisa menyelamatkan bank Semesta? Juga, apakah dia dapat menyelamatkan Om LIem, bahkan bisnis keluarga? Lewat karya ini, dengan menawan Tere Liye mampu mengecoh pembaca. Dia menulis kisah ini dengan alur yang sulit ditebak, juga bergenre detektif.

Di bandingkan dengan novel-novel Tere Liye yang lain, novel ini dapat dibilang lain dari yang lain. Dalam novel ini, dia seakan menegaskan bahwa dia bisa menggarap novel yang tidak sederhana, melainkan serius; mengangkat kebobrokan perbankan, ekonomi, dan bahkan intrik politik yang kejam. Tak salah, jika dia memberi judul novel ini Negeri Para Bedebah. Sebab, semua sendi kehidupan di negeri yang dikisahkan tersebut, nyaris dipenuhi dengan para pejabat dan elite politik --yang dia disebut para bedebah.

Dan ironisnya, negeri bedebah itu mirip atau bahkan memiliki kesamaan dengan negeri Indonesia ini. Tragis!

*) N. Mursidi, cerpenis dan blogger buku, tinggal di Jakarta

Tidak ada komentar: