....

Sabtu, 19 Januari 2013

Meraih Sukses dengan Kecerdasan Hoki

resensi ini dimuat di harian Detik, Sabtu 19 Januari 2013

Judul buku: Hoki Intelligence; Mengapa Kecerdasan Hoki Lebih Menentukan Dibandingkan IQ dan EQ dalam Menggapai Kesuksesan Nyata?
Penulis   : Leman Yap
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Cetakan   : Pertama, 2012
Tebal buku: 258 halaman
Harga        : Rp. 60.000,-

Dulu, tak dimungkiri bahwa IQ (intelligence Quotient --kecerdasan intelektual) dianggap sebagai tolok ukur keberhasilan seseorang. Tapi, seiring dengan perjalanan waktu, ternyata anggapan itu runtuh. Sebab, tidak sedikit orang yang dibekali kecerdasan dan bakat cemerlang justru bisa terpeleset gagal. Apalagi, setelah Daniel Goleman (1994) mengenalkan EQ (Emotional Intelligence/kecerdasan emosi) sebagai faktor (kunci) kesuksesan seseorang. IQ sebagai barometer keberhasilan pun pupus. Bahkan, Daniel Goleman menyimpulkan: kesuksesan seseorang itu 80 % ditentukan EQ dan sisanya 20% ditentukan IQ.

Tapi jika pertanyaan itu diajukan kepada Leman, penulis buku Hoki Intelligence ini, jawabannya tentu akan lain. Kunci kesuksesan seseorang itu, menurutnya, tak ditentukan IQ atau EQ, tapi Hoki Intelligence--kecerdasan hoki. Sebab, dibandingkan dengan IQ atau EQ, Hoki Intelligence lebih berperan penting bagi seseorang dalam meraih "kesuksesan (nyata)" --terlebih dalam mengais rezeki. Karena kesuksesan itu adalah perpaduan Hoki dan Kecerdasan Hoki. Jadi dibalik keberhasilan orang itu dipengaruhi Hoki dan bagaimana ia menyikapi kesempatan (atau peluang) tersebut.

Tak dapat disangkal bahwa orang-orang sukses adalah mereka yang dilimpahi keberuntungan. Tapi, di balik keberuntungan itu ada beragam faktor yang mendukung --memerankan peran penting. Di antaranya adalah dukungan keluarga, pengaruh lingkungan, orang-orang dekat yang dapat diajak kerjasama, pelatih (pembimbing), lahir pada waktu dan tempat yang tepat sehingga berbagai kesempatan memberi langkah awal, peluang (termasuk keputusan dan peraturan yang menguntungkan), sarana dan prasarana yang mendukung sehingga dapat belajar, tumbuh serta berkembang bahkan dalam menghadapi kompetisi hidup yang kadang tak didapatkan mudah oleh orang lain. Akumulasi dari berbagai faktor itulah yang bisa menjadikan orang melangkah mencapai kejayaan yang --tidak bisa disangkal-- berbeda pada setiap orang.

Keberuntungan itulah yang dialami oleh orang-orang sukses karena mereka berhasil memanfaatkan peluang tersebut dengan baik. Itu yang dialami Bill Gates dan Steve Jobs. Gates dapat dikatakan mendapat keberuntungan ketika Jack Sams, negosiator dari IBM meminta Bill Gates untuk mencari perangkat lunak (software) OS yang mereka butuhkan. Padahal, waktu itu, Gates belum berpengalaman. Jika waktu itu, pihak IMB jadi bekerjasama dengan Gary Kildall, bisa jadi Bill Gates tidak seperti sekarang ini. Tapi Gates beruntung, karena kesempatan itu datang padanya dan ia memanfaatkan peluang itu (dengan kecerdasan hoki-nya). Kerjasama itu tak saja mengantarkan Gates menjadi orang kaya tetapi menenggelamkan karya Garry Kildall, OS CP/M yang fenomenal pada waktu itu.

Kecerdasan hoki itu pula yang dialami oleh Steve Jobs. Ia memang tak lahir dari keluarga kaya seperti Gates. Tapi, ia hidup di lingkungan di Mountain View, di selatan San Fransisco, yang menjadi pusat lembah Silikon (lingkungan yang penuh ide, inovasi dan teknologi). Selain itu, Jobs sungguh beruntung karena ia kemudian bertemu dengan "Kui Lang" dewa penolong; Bill Hewlett. Dari Bill Hewlett, ia tidak saja mendapatkan suku cadang yang diminta tetapi juga mendapatkan pekerjaan (paruh waktu) memproduksi komputer. Plus pengalaman kerja tahun 1974 sebagai teknisi di Atari, inc. Ia juga masih dilimpahi hoki memiliki teman seperti Steve Wozniak --yang pada akhirnya bisa berkolaborasi membuat komputer Apple dan berhasil mengukir sejarah dunia.

Tetapi, bertumpu pada hoki semata tidaklah akan dapat mengantarkan kesuksesan jika tidak ditunjang dengan kecerdasan hoki. Tak sedikit orang yang dianugerahi bakat cemerlang, lahir dengan setumpuk warisan, memiliki IQ gemilang, juga meraih prestasi gemilang, bahkan setumpuk kesempatan yang datang berkali-kali. Tapi, karena mereka tidak mampu menemukan, menggali, dan memanfaatkan semua potensi itu, akhirnya mereka pun gagal meraih sukses. Orang yang dapat warisan berlimpah pun pada akhirnya --jika tak memiliki kecerdasan hoki-- akan terpuruk danmemiliki utang yang menumpuk. Tapi Bill Gates dan Steve Jobs adalah contoh orang-orang yang dilimpahi hoki tetapi dengan kecerdasan hoki yang mereka miliki, ia bisa mengembangkan kesempatan yang datang itu untuk meraih kesuksesan.

Tak pelak, jika buku ini tidak saja akan membuka paradigma pembaca akan kunci keberhasilan dan bagaimana memanfaatkan kecerdasan hoki dari setiap kesempatan atau peluang yang datang. Sebab, kesempatan kadang datang hanya sekali, dan ketika kesempatan itu disia-siakan, tak salah lagi jika yang muncul adalah sebuah "penyesalan". Dengan mendasarkan pada falsafah dan kebijaksaan China, penulis buku ini juga mengajak pembaca "jitu" mengenali suara batin  atau instuisi. Sebab, sukses itu bagi penulis buku ini tidak bisa ditiru.

Tak salah, jika pembaca ini ingin meraih sukses, bukan dengan jalan meniru keberhasilan orang lain, melainkan dengan cara mencecap kecerdasan hoki yang mereka kembangkan. Dengan energi "kecerdasan hoki" itulah, peluang yang datang di kelak kemudian hari akan memberikan secercah harapan untuk perubahan nasib. Apalagi, dalam buku ini, penulis melengkapi juga dengan bab khusus tentang ”simulasi perjalanan hidup”, cara menghitung energi hoki, dan inspirasi Chinese Wisdom. Tak disangkal jika buku ini pun menjadi semakin menarik. Dengan semua itu, pembaca bisa memiliki wawasan luas untuk bisa mengembangkan kecerdasan hoki yang bisa mengantarkan pada kesuksesan hidup.

*) N. Mursidi, staff peneliti pada Al-Muid Institute, Lasem, Rembang Jawa Tengah

Tidak ada komentar: