....

Sabtu, 08 September 2007

Mendidik Anak dengan Cinta

(Resensi ini dimuat Surabaya Post, Minggu 15 Januari 2005)

Judul buku : Venus: Duka Lara Si Anak Cantik
Penulis : Torey Hayden
Penerbit : Qanita, Bandung
Terbit : Pertama, Juni 2004
Tebal buku : 612 halaman


TAK pernah terbayangkan sebelumnya kalau pengalaman serta perjuangan yang penuh dengan duka lara selama mendidik anak-anak berpendidikan khusus sejak 1979, pada akhirnya membawa Torey Hayden, pakar psikologi pendidikan yang lahir di Montana, Amerika Serikat, terdorong untuk menerbitkan menjadi sebuah cerita. Alih-alih, ia berharap mendapatkan sambutan luas atau bukunya laris di pasaran. Sebab, dia semula hanya menuliskan dalam "catatan harian" tentang kasus-kasus anak-anak didiknya di dalam buku mengajar dengan sedikit analisa ringan dan bagaimana cara untuk menyelesaikannya dengan baik.

Tapi, setelah ia menerbitkan buku pertamanya yang berjudul One Child 1980 (Sheila: Luka Hati Seorang Gadis Kecil) dan menjadi best seller serta diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa, ia tidak hanya mantap untuk menjadi penulis, lebih dari itu, ia malah menyadari bahwa catatan-catatan hariannya memang layak diterbitkan. Tak pelak lagi buku selanjutnya bermunculan dengan kisah seputar anak yang mengalami gangguan mental. Di antaranya; Murpys's Boy (Kevin: Belenggu Masa Lalu), Just Another Kid (Murid istimewa: Jerit Liris Seorang Sahabat), Ghost Girl (Jadie: Tangis Tanpa Suara), Tiger's Child (Sheila: Kenangan yang Hilang).

Semua karya Torey Hayden itu telah diterbitkan oleh penerbit Qanita. Karena mendapat respon yang baik dari pembaca di Indonesia, kini penerbit Qanita menerbitkan lagi karya Torey, Beautiful Child (dengan judul Venus: Duka Lara si Anak Cantik). Sebenarnya kisah dalam karya ini tidak beda jauh dengan karya Torey, Ghost Girl (Jadie: Tangis Tanpa Suara). Jika dalam Ghost Girl, Jadie (tokoh utama) mengalami electife mutism dikarenakan siksaan dan "penyimpangan seksual" sampai mengalami penderitaan dengan tubuh yang hampir membungkuk dan enggan berbicara, dalam Beautiful Child, Venus (tokoh utama) juga mengalami electif mutism karena penyiksaan sampai mengalami hipotermia, hingga enggan berbicara.

Meski Torey Hayden tak bisa memastikan apa sebenarnya yang terjadi, setidaknya Venus terlihat sungguh katatonik. Tak cuma seperti seorang anak tunarungu, melainkan seperti menderita kerusakan otak atau kelainan mental. Ia seperti sebatang tanaman, yang hidup dan tumbuh tetapi tidak memberikan respon apa pun pada orang lain dan lingkungan sekitar. Venus setiap harinya hanya berdiam diri di temboknya sebelum masuk kelas dan saat istirahat. Ia baru masuk setelah diantar Wanda, kakak perempuannya (yang di kemudian hari diketahui ternyata ibu kandung Venus akibat dari pemerkosaan yang dilakukan Danny --ayah tiri Wanda).

Torey yang sudah lama menaruh minat pada electife mutism, tentu tak mau menyerah jika usahanya memang belum mengalami kebuntuan. Tak pelak lagi, meski teman-teman dan sejumlah guru (termasuk Bob, Kepala Sekolah pendidikan Khususnya) sudah memperingatkan pada Torey untuk tak melanjutkan niat untuk membuat Venus bisa bersuara. Itu karena keluarga besar Venus memang sungguh berantakan dan kerap kali terlibat kasus kriminal. Tetapi, Torey tak kenal lelah meski harus memulai sedari awal lagi, tatkala Venus yang sudah mulai akrab dengan Torey ternyata kerap kali bolos. Padahal, venus sebenarnya bisa bersuara.

Itu pernah terjadi ketika Venus, tak lagi mau masuk kelas saat jam istirahat sudah usai dan ia berdiam diri di tembok kesayangannya. Torey lalu mendekati Venus dan meraih tangannya, mendekap erat dengan tidak memberikan kesempatan bagi Venus untuk meloloskan diri. Tapi, betapa terkejutnya Torey ketika ia mendengar anak kumal yang oleh Wanda selalu dipanggil anak cantik meski wajahnya buruk apalagi sering pakai pakaian yang terkesan besar dan tak bersih, dengan terengah-engah bersuara, "Lepaskan aku!"

Di saat lain, adalah saat Torey membacakan Venus kisah komik She-Ra, Sang Dewi Kekuatan yang dengan "pedang ajaib" bisa menumpas bajak laut. Anak itu, tidak hanya berminat untuk mendengarkan dengan serius, tapi juga mulai menunjukkan minat untuk bersuara dan mau memegang pedang. Sungguh aneh bagi Torey, tetapi rentang waktu yang membuat Venus kerap bolos selalu menjadi kendala dan Torey seperti kehilangan moment untuk berkomunikasi lagi hingga anak itu dikabarkan dirawat di rumah sakit akibat menderita hipotermia dan kerusakan jaringan akibat pembekuan.

Sejak awal, Torey sebenarnya sudah menduga kalau di dalam keluarga Venus ada sesuatu yang tak beres berkaitan dengan perlakuan sewenang-wenang dari Danny. Selain itu, Teri (ibu Wanda) juga lebih dari tiga kali menikah dan terakhir dengan Danny. Tampaknya, Danny telah menyekap venus di kamar mandi seharian selama Venus tidak sekolah. Itu baru diketahui setelah Venus didiagnosis dan ditemukan memar-memar pada tubuhnya dan terdapat dua puluh retakan.

Danny lalu dihukum dan Venus diambil anak keluarga lain sebagai anak angkat. Lalu, ia masuk sekolah lagi dan berkat didikan dari Torey yang penuh cinta, Venus akhirnya bisa sedikit merespon terhadap orang lain dan tak lagi menunjukkan keganasan tatkala anak lain mendekatinya. Malah saat usai tahun ajaran, Venus sudah bisa menuliskan di lembar secarik kertas yang berbunyi, "Aku bahagia." Tentunya, hal itu membuat Torey bangga karena ia berhasil.

Tak bisa dipungkiri, membaca buku karya Torey ini pembaca pasti akan merasa tersentuh dengan kisah nyata yang dirangkai guru anak berpendidikan khusus ini sebab cukup mengaduk-aduk emosi dan empati siapapun. Hampir sama dengan karya Torey yang lain, buku ini setidaknya merupakan sumbangan besar yang tidak bisa dinafikan karena ia telah mendidik anak catat dengan cinta, dan dengan itu --dapat dikata-- Torey telah mengubah dunia.

Hanya sayangnya, Torey kerap lupa dalam hal dialog yang diungkapkan anak-anak didiknya. Sebab, dialog yang dirangkai kerap "melebihi kemampuan" anak yang bersangkutan. Apalagi, anak didik Torey, tak dipungkiri, semuanya mengalami gangguan mental. Meski begitu, itu hanya sebuah "kesalahan kecil" yang tetap tidak mengganggu pembaca dalam mengikuti alur cerita dan upaya serius Torey dalam mencari solusi dalam memecahkan masalah yang dialami anak didiknya, termasuk masalah yang ditimpa Venus dalam kasus ini. ***

*) Nur Mursidi, cerpenis kelahiran Lasem, Rembang, Jawa Tengah.

Tidak ada komentar: