....

Sabtu, 02 Desember 2006

Kesalahpahaman Mengundang Petaka

resensi ini dimuat di Sinar Harapan, Sabtu 2 Des 2006


Judul Buku Red Leaves: Tale of Murder and Suicides
Pengarang: Thomas H. Cook
Penerjemah: Elka Ferani
Penerbit: Dastan Books, Jakarta
Cetakan: Pertama, Juli 2006
Tebal buku: 420 halaman

APA sekiranya yang ada di benak seorang ayah, kalau pada suatu pagi yang menenteramkan, ia tiba-tiba menerima telepon yang mengabarkan jika putranya melakukan penculikan dan pembunuhan? Jelas, dia kaget dan terguncang.

Apalagi semalam, ia tahu putranya menjaga gadis cilik yang hilang itu dan pulang ke rumah dalam keadaan yang mencurigakan. Ada sebuah mobil di ujung driveway, sebelum putranya itu muncul dari balik kegelapan lalu berjalan ke rumah. Sang ayah melihat dari balik jendela tentang keberadaan mobil itu, anehnya putranya justru mengaku kalau ia pulang jalan kaki! Siapa yang tak curiga?

Kecurigaan itu masih ditambah dengan sekelimut karakter putranya yang selalu mengurung diri dalam kamar, tidak memiliki teman, serta tertutup. Nyaris tak ada kecurigaan untuk tidak menuduh putranya itu sebagai penculik.

Meski belum ditemukan bukti yang membuat hati tenang bahwa anaknya tidak melakukan hal keji itu, tetapi dari rentetan peristiwa dan karakter putranya seakan meneguhkan bahwa anak itu adalah sang penculik. Benarkah tuduhan itu?

Novel Red Leaves; Tale of Murder and Suicides karya dari pengarang kelas dunia, Thomas H. Cook ini melakukan elaborasi cukup berbelit dan berliku untuk sekadar menguak siapa sebenarnya penculik Amy Giordano—anak semata wayang Vince Giordano.

Alkisah, Keith tidak pernah menyangka jika kebaikan yang ia tawarkan kepada Vince untuk menjaga Amy di malam itu justru berbuah petaka. Di malam itu, Keith padahal telah menjaga Amy dengan baik dan setelah kedua orangtua Amy datang, ia segera pamit pulang.

Tetapi, sebelum pulang ke rumah, Keith sempat menelepon ayahnya, Eric Moore bahwa malam itu dia ingin jalan-jalan serta berjanji pulang sebelum tengah malam. Justru alibi Keith itu menguatkan Vince untuk menuduh Keith sebagai penculik. Maka Vince melapor kejadian itu ke polisi. Sebagai ayah, Eric Moore jelas merasa "terusik".

Rasa ingin tahu, curiga dan gelisah segera membuat Eric melakukan penyelidikan sendiri. Dia telusuri fakta yang membuka tabir tuduhan itu dan segera menyewa seorang pengacara (Leo).
Upaya penyelidikan itu dia lakukan semata-mata karena dia mau membebaskan Keith. Tapi apa yang didapatkan Eric? Tak juga terungkap siapa penculik Amy. Keith tetap tak terbebas dari tuduhan.

Di sisi lain, dia justru menemukan dokumen di basement belakang rumah, sejumlah fakta jika ibunya meninggal akibat bunuh diri, kasus perselingkuhan ibunya dan kecerobohan ayahnya menangani bisnis, juga kebrutalan Warren yang selalu mabuk.

Thomas H. Cook boleh dikata cukup cerdas. Sepanjang cerita dalam novel ini nyaris tak ada indikasi yang dapat mengarah pada siapa pun, selain Keith dan Warren. Ketegangan penculikan itu baru benar-benar terkuak di akhir cerita.

Mungkin ada benarnya untuk meneguhkan jika novel tegang ini mirip jigsaw puzzle, karena lapisan-lapisan kisah yang dibuat Cook itu baru dapat "disatukan" setelah pembaca secara tuntas merampungkan "halaman akhir". Pendek kata, setelah 15 tahun berlalu, Thomas H. Cook baru mengungkapkan siapa sebenarnya penculik Amy.

Tapi, kesalahpahaman yang menggelayuti tokoh-tokohnya sempat mengundang petaka. Vince karena tak sabar menunggu hasil penyelidikan polisi keburu membunuh Keith. Eric harus pula kehilangan Meredith karena wanita itu terguncang setelah kematian Keith.
Dan Warren memilih bunuh diri lantaran hidup ditikam tuduhan sebagai penculik. Dengan kesalahpahaman itu, Cook sungguh lihai dalam merangkai alur kisah yang membuat pembaca terkecoh.

Sejak mula, pengarang yang sudah kerap meraih penghargaan Edgar Allan Poe Award serta Barry Gardner Award ini memang sengaja tak menjelaskan lapis demi lapis misteri itu terkuak dengan gamblang. Akibatnya, serpihan-serpihan kisah berkembang dengan alur yang semakin melebar dan sulit diterka.

Tetapi pengarang yang kini tinggal di New York dan Cape Cod ini bisa merangkai serpihan itu dan membuka tabir kegelapan di akhir kisah. Jadinya, novel ini dipenuhi dengan letupan misteri yang membuat jantung berdegup dan pembaca serasa ditenggelamkan dalam dunia kegelapan yang teramat kelam.

Itulah kehebatan Thomas H. Cook dalam menulis novel ini. Tak salah, kalau novel bersampul merah ini kabarnya masuk unggulan novel terbaik Edgar Award 2006. n

*) n_mursidi, cerpenis tinggal di Cileungsi, Bogor

Tidak ada komentar: