(resensi ini dimuat di Sinar Harapan, Sabtu 12 Agustus 07)
Judul buku : Putri Sirkus dan Lelaki Penjual Dongeng
Pengarang : Jostein Gaarder
Penerbit : Mizan, Bandung
Cetakan : Pertama, Februari 2006
Tebal buku : 394 halaman
Sukses dengan Shopie`s World juga tidak membuat Gaarder "terlena", lalu berhenti menulis. Shopie`s World bahkan mampu melecut kepiawaian Gaarder dalam bercerita. Setelah ia mengabdikan diri sebagai penulis, secara beruntun—setidaknya terbit satu novel dalam dua tahun—lahir karya-karya yang cukup mencengangkan.
Di antara novel-novel yang ditulis Gaarder dan memetik kesuksesan itu antara lain Through a Glass, Darkly (1993), Maya (1999) dan The Orange Girl (2003). Uniknya lagi, dari sejumlah karya Gaarder, ada garis besar yang selalu didengungkan; rasa ingin tahu. Itulah yang menjadikan ia memiliki kekhasan dan digandrungi pembaca.
Masih membawa bendera memancing "rasa ingin tahu" sebagai ciri khas penulis Skandinavia ini, lewat The Ringmaster`s Daughter (yang diterjemahkan penerbit Mizan dengan judul Putri Sirkus dan Lelaki Penjual Dongeng), pembaca dibuat melambung ke angkasa imajinasi dan ditaburi api pemikiran ketakjuban, "teka-teki" dunia dan rasa tahu tentang makna hidup.
Memang novel Gaarder ini—juga novel-novelnya yang lain—terasa berat bagi pembaca pemula, tapi gagasan dalam novelnya selalu memberikan inspirasi untuk berpikir, mempertanyakan sejumlah aspek dalam diri manusia dan itu menjadi "daya tarik" tersendiri.
Dalam novel ini, Gaarder berkisah tentang kehidupan Petter yang sejak kecil hanya diasuh oleh ibunya sebab sang ayah memilih pergi dari rumah. Ibu Petter yang bekerja di Balai Kota membuat Petter kerap sendirian di rumah. Petter tak memiliki kawan dan memilih menyendiri. Ia lebih asyik dalam dunia yang dia ciptakan dengan kehadiran lelaki semeter yang lahir dari mimpinya saat ia berumur tiga tahun.
Kehidupan sepi itu ia jalani dengan penuh kenakalan dan ia hanya bertemu dengan sang ayah seminggu sekali sampai sang ibu meninggal dunia ketika Petter berumur 18 tahun. Rupanya, sejak sang ibu meninggal itu dia mulai berubah.
Ia kesepian saat harus tinggal di flat sendirian, karenanya setiap malam ia mengisi harinya dengan mengajak gadis yang tak dikenal untuk nonton teater dan bioskop, kemudian diajak ke flat untuk tidur. Namun dari sekian gadis yang ia ajak, tak satu pun yang mampu meruntuhkan hatinya hingga ia bertemu dengan Maria.
Di mata Petter, Maria memiliki sejumlah perbedaan dengan gadis-gadis lain dan ia tak bisa memahami jalan pikirannya. Karena alasan itu, ia justru jatuh cinta. Namun, kebersamaan itu tak berlangsung lama karena Maria diterima kerja di Stockholm. Akan tetapi, sebelum Maria berangkat ke Stockholm, Maria meminta Petter untuk membuahi perutnya dan anak tersebut nantinya menjadi hak asuh Maria.
Kepergian Maria lagi-lagi membuat Petter kesepian. Di kepalanya selalu muncrat imajinasi dan Petter tak bisa menceritakan lagi sejumlah kisah seperti Putri Sirkus, Konstanta Jiwa, Ras Manusia yang Tersisa, dan Pembunuhan Rangkap Tiga Pascakematian kepada Maria sebagaimana dulu saat kedua makhluk lain jenis itu masih bersama.
Di saat Maria pergi dan dia juga butuh materi untuk bertahan hidup, namun tidak mau ketenaran membuat Petter menjual imajinasi itu kepada beberapa penulis. Bisnis menjual imajinasi itu dia sebut "Writer`s Aid" (Bantuan bagi Penulis).
Lambat laun, bisnis itu semakin menebarkan jaring yang luas. Apalagi, banyak penulis yang mengalami kebuntuan ide sementara Petter justru ditaburi imajinasi. Waktu berjalan dan jaring-jaring itu menjerat Petter.
Seseorang membongkar jaring-jaring yang ditenun oleh si laba-laba (tidak lain Petter) itu lewat sebuah tulisan di Corriere della Sera? Dari terbitnya artikel itu, nyawa Petter terancam. Sejumlah penulis tak mau suatu hari dipermalukan jika buku mereka adalah hasil dari imajinasi si laba-laba dan juga alasan semakin tinggi royalti yang harus dibayar kepada si laba-laba, membuat mereka berkonspirasi untuk membunuh Petter.
Tak mau mati, Petter yang saat itu sedang menghadiri pameran buku di Bologna, memilih melarikan diri ke Napoli terus ke Amalfa. Saat dia melarikan diri dan merasakan vanitas (kehampaan) itulah dia bertemu Beate dan ia jatuh cinta. Beate padahal tak lain adalah anak Maria yang tak ia ketahui namanya dan ia baru sadar saat dia mengisahkan cerita Putri Sirkus yang juga hilang dan bertemu dengan si ayah, si pemimpin sirkus setelah lama berpisah.
Jika novel ini mau dibandingkan Shopie`s World, jelas masih di bawahnya. Namun upaya itu jelas suatu tindakan yang kurang arif.
Walau bagaimanapun, novel ini lahir dengan latar belakang dan gagasan yang memiliki unsur pencapaian baru, riwayat dan juga keunikan sendiri. Secara eksplisit, setidaknya gagasan akan pencapaian baru itu diungkap Gaarder dalam kasus menjual imajinasi. Meski menjajakan imajinasi itu tidak melanggar hukum tetapi itu tindakan yang masih dianggap muskil.
Senapas dengan karya-karya Gaarder yang lain, novel ini tak kehilangan gaya khas Gaarder yang unik dalam menciptakan kejutan. Suatu kejutan yang membuat pembaca takjub dan enggan untuk berhenti membaca.
Rasa ingin tahu itu seperti ditaburkan Gaarden dengan cukup apik, menawan dan meski dimuati pemikiran yang berliku dan amat berat, tetap mengundang penasaran pembaca. Lebih dari itu, Gaarden juga tak tenggelam dengan gagasan yang ingin disampaikan. Karena itulah, cerita yang dirangkai dengan estetika bahasa sastra dan meski disepuh dengan ide yang muskhil membuat novel ini tak saja menggetarkan, namun juga mencerahkan. n
Penulis, adalah cerpenis asal Lasem Jawa Tengah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar