....

Senin, 05 November 2007

Jalan Pintas Menuju Surga (?)

resensi ini dimuat di Sinar Harapan, Sabtu 14 Juli 2007

Judul buku : Terrorist
Pengarang : John Updike
Penerbit : Pustaka Alvabet, Jakarta
Cetakan : Pertama,
Desember 2006Tebal buku : vi + 499 halaman

Tafsir atas ajaran agama (Islam) masih kerap menunjukkan keterputusan pemahaman akan pesan agama dengan real jihad. Akibatnya, agama yang semula membawa “misi kemanusiaan” dan cinta kedamaian tereduksi jadi pilar yang menyimpan akar kekerasan. Tak salah jika agama ditengarai tidak bisa menjadi perekat dari sejumlah perbedaan, melainkan justru sebagai pemicu konflik, padahal Islam—juga agama-agama lain—lahir membawa pesan kedamaian bagi umat manusia.

Tetapi pesan agama (Islam) itu ternyata dipahami secara sempit oleh sekelompok umat. Klaim kebenaran (truth claim) bahwa agama yang dipeluk merupakan satu-satunya agama yang benar dan yang lain (the other) salah kemudian melahirkan pandangan ekstrem.

Dengan menghalalkan kekerasan, orang yang tak seiman dianggap musuh dan karenanya boleh diperangi. Anehnya, dengan klaim kebenaran itu, mereka menjustifikasi perang yang digemakan adalah jihad. Karena jihad, maka mati dianggap syahid, dan Tuhan akan "menghadiahi" surga!

Padangan sempit akan makna jihad dan kerinduan yang menggebu-gebu akan surga itulah yang kemudian melahirkan orang semacam Ahmad nekat melakukan bom bunuh diri, sebagaimana dikisahkan John Updike dalam novel Terrorits ini.

Rasa Muak
Hidup memegang teguh ajaran Islam di Kota New Prospect, di daerah bagian Utara New Jersey Amerika, memang ibarat memegang “api”. Di satu sisi, sebagai pemeluk Islam taat, Ahmad Ashmawy harus menjalankan ajaran Islam dan menjauhi larangan Allah, semisal tidak maksiat.

Tetapi di sisi lain, sebagai pemuda berusia delapan belas tahun, juga masih tercatat sebagai murid di Central High School, jelas ia susah berpaling dari dunia glamor dan seks bebas. Akibatnya, ketika Ahmad memilih berpegang teguh Islam, ia harus hidup terasing. Tak pelak, saat di sekolah, Ahmad pun merasa muak.

Tetapi pulang sekolah, Ahmad juga tak mendapatkan hal yang menenteramkan. Hidup serumah dengan ibunya, Teresa Mulloy, ajudan perawat dan pelukis berdarah Irlandia dan menganut hidup bebas, ia seperti anak yang kehilangan panutan. Apalagi Omar Ashmawy, ayahnya (berkebangsaan Mesir) telah meninggalkannya—pergi entah ke mana—sejak ia berusia 3 tahun. Praktis, ia tak punya teman.

Satu-satunya yang membuatnya tenteram adalah pergi ke masjid untuk mengaji kepada Syeikh Rasyid. Di bawah bimbingan Syeikh, ia memang bertambah ilmu agama dan kokoh iman. Tetapi dengan bertambahnya ilmu, ia justru menganggap teman-temannya musuh karena perbedaan agama.

Jack Levy (guru pembimbing dan penyuluh sekolah) melihat Ahmad memiliki karakter aneh, lalu mengarahkannya. Joreelyn, teman sekolahnya, bahkan sempat mengajaknya ke Gereja. Tetapi baik Levy maupun Joreelyn, ternyata tak mampu membelokkan keyakinan Ahmad.

Hanya perkataan Syeikh Rasyid yang membuat Ahmad tak bisa berpaling. Maka, ketika Ahmad lulus sekolah dan guru agamanya menyarankan untuk jadi sopir truk, ia menurut. Ia padahal cerdas. Levy berusaha membujuk Ahmad untuk melanjutkan kuliah. Tapi, bujukan Levy itu tak digubris. Ia lebih menuruti saran Syeikh bekerja sebagai sopir truk di Toko Excellency, toko perabotan.

Beberapa bulan kerja, ia dipercaya untuk menjalankan tugas rahasia dari Syeikh Rasyid (lewat jaringan Charlie—anak pemilik toko Excellency) untuk meledakkan terowongan Lincoln dengan truk yang dilengkapi bahan peledak. Dengan dalih untuk jihad, Syeikh Rasyid menyakinkan Ahmad bahwa tugas itu akan membawanya masuk surga.

Dengan kondisi hidup kurang perhatian sang ibu, dan Joreelyn yang dia cintai lebih memilih Telynol, maka dia mantap untuk mati. Tapi sayang, sebelum rencana itu terlaksana, Departement of Homeland Security sudah mencium gelagat Ahmad.

Hermione, kakak ipar Levy yang bekerja di Departement of Homeland Security, menelepon Levy dan meminta Levy untuk menghentikan ulah Ahmad.

Semula hati Ahmad kuat, sudah bulat mati syahid, apalagi ia tahu hidupnya kurang perhatian, gagal dalam urusan cinta, juga muak dengan Amerika. Tetapi saat truk berjalan mendekati terowongan, Levy membuka kedok jaringan Chebab dengan mengatakan Charley terbunuh setelah ketahuan “terlibat” jaringan CIA dan Syeikh Rasyid hilang, Ahmad mulai sadar kalau dirinya tidak lebih sebagai alat.

Memikat
Secara keseluruhan, novel Terrorist ini—dapat dikata—cukup memikat. Ditulis pengarang yang lahir di Reading Pennsylvania tahun 1932 yang sudah menerbitkan lebih dari enam puluh (60) karya yang tersebar luas, novel ini berusaha menguak upaya teror peledakan bom yang tak semata-mata ditopang pandangan agama yang sempit.

Karena di balik itu, di mata pengarang lulusan Universitas Harvard 1954 yang dua kali memenangi Pulitzer Prize ini, tidak jarang ada motif kepentingan (seperti yang diinginkan Charlie) untuk menyingkirkan orang lain.

Dalam membangun “ketegangan”, pengarang yang juga menulis cerpen, puisi, drama, esai, dan kritik sastra ini pun tidak kehilangan greget. Meski ketegangan hanya dimainkan di penyelesaian cerita ketika Levy dan Ahmad berada di atas truk dan siap mati seandainya Ahmad menekan tombol peledak, tetaplah punya daya pikat.

Justru di akhir itu, Updike yang dianugerahi Medal of Art dan Medal for Humanities dari negara yang kini didiaminya, Beverly Farms, Massachusetts, di pelosok yang sama dari New England yang telah mengilhami sebagian besar karya-karyanya, berhasil mengakhiri novel ini dengan penyelesaian tak terduga.

Satu catatan, pesan pengarang dalam novel ini cukup jelas bahwa jalan menuju surga itu tidak mudah. Meski hidup di dunia ini memuakkan, tidak lantas membuat kita marah dan menjadikan orang tak bersalah jadi korban. Karena kelahiran Islam (juga agama-agama lain) membawa pesan perdamaian bukan justru merusak kehidupan! (n mursidi, cerpenis)

1 komentar:

amburadul mengatakan...

yang pasti adalah,kita wajib membentuk sebuah kekhalifahan yang menerapkan aturan2x dan hukum2x Al-Qur'an dan Al-Hikmah(As Sunnah) secara keseluruhan.dan masyarakat yang hidup dalam kekhalifahan tersebut,wajib untuk melaksanakan aturan2x dan hukum2x Al-Qur'an dan Al-Hikmah(As Sunnah).