(dimuat di Surya, Minggu 21 Jan 07)
Judul : Mestakung: Rahasia Sukses Juara Dunia Olimpiade Fisika
Penulis : Prof. Yohanes Surya, Ph.D
Penerbit : Hikmah, Jakarta
Cetakan : Pertama, November 2006
Tebal: xii + 177 halaman
SUNGGUH prestasi luar biasa! Itulah ungkapan yang layak disematkan pada Tim Olimpiade Fisika Indonesia (TOFI), anak asuhan Prof. Yohanes Surya. Karena di tengah centang perentang mutu pendidikan Indonesia yang kerap dikritik amburadul, ternyata salah satu putra Indonesia --Jonathan Mailoa-- telah mengharumkan nama Indonesia di tingkat dunia. Secara mengesankan, remaja kelahiran Jakarta 20 September 1989 itu menyabet juara dunia The Absolute Winner --di urutan pertama dari 386 peserta yang berasal dari 84 negara-- dalam Olimpiade Fisika Internastional 2006 di Singapura.
Keberhasilan Jonathan --juga Pangus Ho, Irwan Ade Putra, Andy O Latif (ketiganya meraih medali emas) dan Muh. Firmansyah Kasim (meraih pedali perunggu)-- jelas tak dapat diingkari sebagai bukti nyata bahwa putra-putra Indonesia memiliki intelegensi yang tak bisa dipandang dengan sebelah mata. Meski ini baru pertama kali Indonesia mencatat sejarah sebagai juara dunia, tetapi prestasi itu telah membuka mata dunia bahwa putra Indonesia bisa menjadi yang terbaik.
Apa rahasia di balik "sukses" Tim Olimpiade Fisika Indonesia? Yohanes Surya -dalam buku ini- menjelaskan bahwa kesuksesan Tim Indonesia itu tak lain berkat kekuatan "mestakung" (singkatan dari semesta mendukung). Istilah yang diambil dari konsep fisika ini dapat digambarkan bahwa ketika sesuatu itu berada dalam keadaan kritis, maka setiap partikel di sekelilingnya akan bekerja serentak mencapai titik ideal. Dan kesuksesan Tim Indonesia itu adalah wujud impian, tekad dan juga keadaan kritis dalam proses mestakung itu.
Dalam fisika, keadaan kritis itu bisa dilukiskan seperti proses perubahan air saat mendidih. Air dalam keadaan normal adalah cair, tapi ketika air dipanaskan sampai mendidih (dengan suhu 374 derajat celcius), maka akan terjadi "keanehan". Dalam kondisi kritis (critical phenomena) itu, air lalu mengalami proses "pengaturan diri" (dalam molekul-molekul air secara serentak). Dan ujungnya, wujud air berubah jadi uap air (gas). Gejala mastekung ini sebenarnya tak hanya terjadi dalam gejala fisika, melainkan juga dalam 'gejala biologi' (sekelompok burung yang bermigrasi dari satu tempat ke tempat lain membentuk huruf 'v'), ekonomi (model kelakuan saham saat terjadi market crash), sosial (applaus dalam konser musik) dan bidang lain lagi.
Bertolak dari proses mastekung itu, Yohanes --pembimbing dari Tim Olimpiade Indonesia-- kemudian berupaya keras menempatkan keadaan kritis macam apa pun sebagai suatu "lompatan" yang bisa memelejitkan perubahan. Dengan kata lain, kondisi kritis yang dihadapi tidak lagi jadi aral yang menyeret keputusasaan, melainkan jadi kekuatan untuk mewujudkan impian. Karena itu, dalam keadan kritis, proses mestakung dialami Tim Olimpiade Fisika Indonesia sejak awal keikutsertaan sampai bisa menjadi The Absolute Winner.
Perjalanan keikutsertaan Tim Olimpiade Fisika Indonesia pada IPhO ke -24 di Amerika pun adalah awal proses mestakung. Ceritanya, Yohanes tatkala itu masih kuliah di College of William and Mary. Tahu akan diadakan IPhO, maka dia mengundang 5 siswa Indonesia untuk dilatih. Padahal, saat itu Indonesia tak mendapat undangan (belum memenuhi syarat). Tapi Yohanes nekat. Keajaiban proses mastekung pun terjadi setelah Arthur Eisenkraft menyetujui Tim Olimpiade Indonesia ikut serta dalam IPhO ke-24 setelah Yohanes mengajak 5 siswa tersebut menghadap Arthur Eisenkraft.
Tapi jalan panjang jadi juara masih berliku. Ketika terjadi krisis moneter 1998, nyaris saja Tim Indonesia tak jadi berangkat mengikuti IPhO ke-29 di Islandia. Tapi lagi-lagi, tekat Yohanes bisa mendatangkan mestakung meski waktu itu Dep P dan K, tak jadi mengucurkan dana. Ketika itu Yohanes nyaris putus asa, tapi ada proses mestakung. Dalam keadaan krisis, ia mencari dana dari pihak swasta. Hasilnya, ternyata tak saja terkumpul uang yang bisa memberangkatkan Tim Indonesia, bahkan dalam IPhO ke-29 itu negeri yang terseok ini pun berhasil mendapat 3 honorable mention. Dari situ, Yohanes mendapat suatu pelajaran untuk tidak menyerah batapun sulitnya persoalan.
Proses mestakung yang urgent, digambarkan Yohanes dalam menghadapi kasus penyelesaian soal-soal teori dan eksperimen. Ketika berlangsung olimpiade, konsep mestakung dijumpai peserta saat menemui soal baru. Dalam menghadapi soal baru itu, otak akan berkerja mencari solusi. Sel-sel di otak bekerja bersama (melakukan mestakung) menggabungkan berbagai informasi yang sudah dimiliki untuk menghasilkan solusi (pencerahan). Tak jarang, dalam krisis itu, ide cemerlang tiba-tiba terlintas.
Seperti wujud air yang bisa berubah uap setelah dipanaskan (mendidih), untuk mewujudkan impian agar Tim Olimpiade Fisika Indonesia menyabet juara dunia pun, Yohanes membutuhkan waktu selama 13 tahun sejak 1993 mendidik putra-putra Indonesia dengan kerja keras, kesabaran dan juga target. Artinya, mestakung itu butuh waktu. Tak berlebihan, tahun 2006 ini, adalah tahun bersejarah dari proses menunggu mestakung itu. Tapi, Yohanes tidak lantas puas karena dia masih mengharapkan putra-putra Indonesia pada 2020 nanti bisa mendapat hadiah nobel fisika.
Tak dapat disangkal kalau buku ini ditulis berkat kekuatan mestakung. Di tengah kesibukan pria kelahiran Jakarta, 6 November 1963 ini, buku Mestakung: Rahasia Sukses Juara Dunia Olimpiade Fisika bisa diselesaikan dalam waktu cuma 3 hari. Dengan menempatkan keadaan kritis untuk menulis, Yohanes bisa menemui keajaiban. Ia bisa merampungkan buku ini dalam waktu yang cukup singkat.
Buku ini memang tidak membahas detail tentang fisika. Kendati demikian, proses mestakung yang diadopsi dari konsep fisika telah mengajarkan pembaca bahwa "fisika" yang selama ini dianggap tidak membumi dan tidak memiliki korelasi dengan kehidupan real, telah dijelentrehkan penulis dengan menakjubkan. Dengan membuka rahasia sukses Tim Olimpiade, Yohanes setidaknya telah "membangun" harmonisasi konsep fisika dalam mewujudkan mimpi (prestasi) seseorang.
Akhir kata, buku ini adalah sumbangsih penulis dalam mempopulerkan fisika agar tak jlimet dan memusingkan kepala! Karena itu, selamat membaca. Anda akan menemukan mestakung dalam hidup Anda sendiri di dunia (semesta) ini!***
*) N. Mursidi, alumnus Filsafat UIN Yogya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar