resensi ini dimuat di Suara Merdeka, Minggu, 5 Agustus 07
Judul buku: Kisah 47 Ronin
Pengarang: John Allyn,
Penerbit : Matahati, Jakarta,
Cetakan : Pertama, Maret 2007
Tebal buku: 311 halaman
AWAL tahun 1701, Lord Asano Takumi no Kami mendapat undangan Shogun untuk menghadiri pesta tahunan di istana Edo. Sebagai seorang daimyo (ketua suku atau daerah), Lord Asano tidak punya pilihan untuk menolak. Apalagi Asano terpilih sebagai panitia dan harus tiba lebih awal untuk menerima perintah pemimpin upacara, Kira Kotsuke no Suke dalam persiapan pesta. Padahal, di matanya, Kira itu tak pantas jadi pejabat istana. Kira sombong dan suka memanfaatkan kekuasaan (korupsi). Karena itu, Lord Asani tak mau menyuap.
Kira kecewa. Maka, sebelum pesta mulai, Kira membuat ulah. Ia menghina Lord Asano di muka sejumlah daimyo untuk membuat Asano tersinggung. Ulah Kira itu menusuk hati Asano, dan membuat Asano menyabetkan pedang ke tubuh Kira. Kira terluka. Shogun Tsunayoshi murka. Lord Asano dijatuhi hukuman seppuku dan seluruh wilayahnya Ako disita. Sebaliknya, Kira yang terlibat dalam pertengkaran itu tak dijatuhi hukuman dan masih jadi pegawai istana.
Keputusan yang tak adil itu, jelas melukai hati pengikut Lord Asano. Di bawah kekuasaan Oishi Kuranosuke Yoshitaka (kepala samurai klan Asano), pengikut Lord Asano (yang menjadi ronin itu) lantas mengajukan petisi; memulihkan hak yang pernah dimiliki klan Asano dan meminta Kira dihukum. Tetapi petisi itu tak kunjung datang sampai pengikut Asano harus menyerahkan kastil Eko dan hidup berpencar karena tidak lagi memiliki tuan.
Oishi berusaha memulihkan kekuasaan klan Asano. Ia kumpulkan pengikut setia Asano dan ada 62 ronin yang siap untuk melakukan balas dendam. Selain itu, Oishi juga meminta Daigaku Asano, adik almarhum Asano untuk menjadi kepala klan. Tetapi adik Asano justru tak mendukung Oishi. Di sisi lain, Kira meminta bantuan Lord Uesugi -yang telah mengadopsi cucu Kira- untuk mengawasi Oishi dan rumah Kira pun dijaga ketat. Akibatnya Oishi menemui hambatan. Apalagi, Horibe dan ronin di Edo tidak ingin membuang-buang waktu untuk melakukan pembalasan.
Oishi seperti berada di persimpangan. Apalagi setelah sabar menunggu petisi cukup lama, tapi kenyataan justru Daigaku Asano dijatuhi hukuman pengasingan dan petisi ditolak, Oishi jadi naik darah. Oishi menceraikan istrinya dan bertekat balas dendam. Saat semua sudah siap, Osihi menyusun jadwal keberangkatan dan terkumpul 120 orang. Tapi semakin dekat rencana balas dendam itu, beberapa ronin berubah pikiran, tinggal 60 orang. Bahkan mendekati penyerangan, bahkan cuma 47 ronin yang bersedia menuliskan nama mereka dengan darah.
Dini hari, di akhir tahun 1702, "47 ronin yang setia terhadap Lord Asano" menyerbu rumah Kira di Honjo Matsuzaka. Kira berhasil dibunuh dan kepala Kira dipersembahkan di atas kubur Lord Asano, di Sengaku-ji. Setelah itu, 47 ronin menyerahkan diri dan mendapat hukuman seppuku.
Novel ini ditulis berdasarkan fakta sejarah yang terjadi ketika Jepang masih dikucilkan dalam percaturan dunia --di abad ke-18. Fakta sejarah atas pembunuhan Kira juga dicatat sejarah dan dikenal luas sebagai Genroku Ako Jiken karena terjadi pada tanggal 14 bulan 12 tahun ke 15 pada era Genroku atau 30 Januari 1703. Tapi di tempat klan Asano dan 47 ronin hidup, kisah 47 ronin ini dikenal sebagai Akogishi. ***
Novel ini ditulis berdasarkan fakta sejarah yang terjadi ketika Jepang masih dikucilkan dalam percaturan dunia --di abad ke-18. Fakta sejarah atas pembunuhan Kira juga dicatat sejarah dan dikenal luas sebagai Genroku Ako Jiken karena terjadi pada tanggal 14 bulan 12 tahun ke 15 pada era Genroku atau 30 Januari 1703. Tapi di tempat klan Asano dan 47 ronin hidup, kisah 47 ronin ini dikenal sebagai Akogishi. ***
*) n_mursidi, cerpenis asal Lasem, Jateng
Tidak ada komentar:
Posting Komentar