Judul buku : Calak Edu: Esai-Esai Pendidikan 2008-2012 (jilid 1 & 2)
Penulis : Ahmad Boedowi
Penerbit : Pustaka Alvabet
Tebal buku : 260 + 272 halaman
ISBN : 978-602-9193-06-0
Harga : Rp 89.500
DUNIA pendidikan kita seperti tak henti-henti dirundung duka dan prahara. Bahkan, setumpuk persoalan pelik pendidikan di negeri ini seperti benang kusut yang sulit diurai. Bagaimana tidak? Saat didengung-dengungkan Ujian Nasional (UN) sebagai standart baku untuk mengukur dan melejitkan prestasi anak didik, ternyata di balik itu justru mengundang anak didik tak jujur dan berbuat curang, seperti mencontek semata-mata demi mendapatkan nilai yang bagus. Hal itu masih belum lagi ditambah dengan slogan pendidikan gratis dari pemerintah, tapi yang terjadi di lapangan banyak pungutan liar, jual beli bangku, korupsi dana BOS, standart guru yang tidak kompetent, hingga carut marut sistem dan manajement pendidikan di negeri ini.
Apakah setumpuk persoalan yang "melilit" dunia pendidikan itu akan dibiarkan berlarut-larut? Padahal, pendidikan itu merupakan napas sebuah bangsa. Bagaimana bisa bangsa ini akan maju jika pendidikan tidak dapat mengantarkan anak didik mampu terlepas dari belitan kemiskinan, kemerosotan moral, dan bahkan dapat menguasai teknologi dan sains? Keprihatian itulah yang mengundang sejumlah praktisi pendidikan, seperti Ahmad Baedowi terpanggil untuk melihat di balik kondisi kegetiran pendidikan di tanah air ini dengan mata hati; mengkritisi dengan bijak, tetapi sekaligus mencarikan jalan keluar. Dalam kumpulan tulisan esai yang berjudul Calak Edu: Esai-Esai Pendidikan 2008-2012, pria yang saat ini menjabat Direktur Pendidikan Yayasan Sukma, Media Group, Jakarta ini dengan jeli menyodorkan potret buram pendidikan di Indonesia, kemudian menawarkan prespektif sebagai jalan alternatif.
Ada satu persoalan pelik yang tidak bisa dinafikan sebagai kegagalan pendidikan di Indonesia adalah banyaknya korupsi yang terjadi di negeri ini dan anehnya hal itu sulit diberantas. Apa jawaban penulis buku ini? Semua itu terjadi karena masa lalu pendidikan kita yang sangat buruk, baik di lingkungan keluarga atau sekolah. Belum lagi ditambah dengan sistem birokrasi pendidikan yang carut marut dan lemahnya dalam menjaga visi dan misi pendidikan. Lalu, bagaimana cara memperbaikinya? Jawaban idealnya, adalah memperbaiki seluruh aspeks kerusakan mentalitas masyarat hanya dengan proses pendidikan yang baik dan benar. (hal. 36)
Di mata penulis, pendidikan di Indonesia memang potret nyata yang tak bisa dilepaskan dari carut marut negara. Maka, tak bisa dimungkiri, ketika sekolah amburadul, negara pun bisa dipastikan sedang dalam keadaan amburadul. Sebaliknya, ketika sekolah baik, berarti negara juga dalam keadaan baik (hal 45). Wajar, penulis melihat bahwa kesemrawutan pendidikan di negeri ini tidak bisa dikerucutkan hanya terjadi di gedung sekolah, kampus, atau ruang kelas. Lebih jauh dari semua itu, pendidikan menyangkut segala aspeks kehidupan umat manusia dan hal itu termasuk dalam konteks kebangsaan.
Buku ini --yang merupakan kumpulan esai pendidikan dan sebelumnya pernah dimuat di harian Media Indonesia dalam kurun waktu 2008-2012- terbagi dalam tujuh gagasan pokok. Dalam buku pertama, penulis mengupas potret pendidikan yang menjadi titik tolak akan kritik di balik carut marut pendidikan, kemudian kupasan tentang politik pendidikan dan pembangunan karakter. Pada buku kedua, penulis menyoal empat topik besar yang terkait Manajemen Sekolah, Strategi Pembelajaran, Pendidikan Multikultural dan Oase Pendidikan. Di akhir buku kedua, penulis dengan santun mengajak guru --dan juga siapa pun yang tergerak dalam dunia pendidikan-- untuk mengajar anak-anak dengan hati. Di tengah kehidupan yang hedonis, penulis melihat kata "ikhlas" kehilangan makna. Bahkan, dalam dua dasawarna ini, para guru terlihat seperti tak menjumpai ikhlas dalam kamus hatinya (hal. 215).
Buku Calak Edu ini, merupakan buku yang bisa disebut tak ubahnya seperti kaledioskop pendidikan dalam media 2008-2012 yang memotret dengan apik potret pendidikan di Indonesia. Tetapi, sebagai pakar pendidikan, penulis tidak sekadar menyajikan potret buram dengan tanpa harapan. Justru, dengan taburan cerita yang ringan dan inspiratif (yang tidak semata-mata mengumbar teori pendidikan yang melangit), buku ini disodorkan sebagai "oase" untuk keluar dari carut marut pendidikan dengan cara yang elegan. Dengan jeli, penulis menawarkan prespektif yang segar bagaimana setumpuk persoalan yang melilit dunia pendidikan kita bisa diurai satu persatu.
Kelebihan lain buku ini, ditulis dengan gaya yang renyah, kadang penuh humor lantaran sarat dengan cerita-cerita yang menyentuh hati dan sarkastis. Tetapi, cerita itu justru bisa menjadi bahan renungan. Jika ada kelemahan, hal itu tidak lebih karena buku ini adalah kumpulan tulisan esai yang dimuat dalam rentang waktu 2008-2012. Bisa jadi, sedari awal, tak diniatkan untuk dijadikan buku, sehingga ide pokok tulisan buku ini tidak kukuh sebagaimana buku yang dari awal digagas "utuh" membahas suatu topik masalah dalam dunia pendidikan.
Kedanti demikian, buku ini memberikan percikan dan secercah ide, gagasan dan pemikiran yang segar di dunia pendidikan tidak saja sangat bagaimana guru dan praktisi pendidikan mendidik, tetapi gagasan dan pemikran itu pun perlu diwujudkan, atau diaplikasikan dalam langkah konkret. Kalau tidak, bisa dipastikan gunung es yang menggumpal di dunia pendidikan tidak pernah mencair. Padahal upaya pembenahan dan terobosan jitu dalam memajukan dunia pendidikan adalah harga mati yang tak bisa ditawar lagi. Dan buku ini memberikan spirit untuk mendobrak persoalan pelik dan kesemrawutan dunia pendidikan. ***
*) N. Mursidi, peneliti pada Al-Mu`id Institute, Lasem, Jawa Tengah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar